Rabu 10 Aug 2022 11:25 WIB

Akun Telegram PM Malaysia Diretas dan Digunakan untuk Menipu

Dua akun PM Malaysia yang menjadi sasaran, yakni Telegram dan Signal.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
 Sebuah ilustrasi foto menunjukkan logo aplikasi perpesanan media sosial Whatsapp (kiri), Signal dan Telegram.
Foto: EPA-EFE/IAN LANGSDON
Sebuah ilustrasi foto menunjukkan logo aplikasi perpesanan media sosial Whatsapp (kiri), Signal dan Telegram.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR – Akun pesan instan milik Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaacob telah diretas. Terdapat dua akun yang menjadi sasaran, yakni Telegram dan Signal.

Dalam sebuah keterangan yang dirilis kantor perdana menteri Malaysia, disebutkan bahwa akun Telegram dan Signal mlik Yaacob telah diretas kemudian disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan. Siapa pun yang menerima pesan dari dua akun perpesanan instan milik Yacoob itu diimbau mengabaikannya.

Saat berbicara di parlemen pada Selasa (9/8/2022) lalu, Yaacob mengonfirmasi bahwa akun Telegram dan Signal-nya telah diretas. “Untuk pengguna, seperti saya dan orang lain, jangan terpengaruh oleh apa yang kita terima,” katanya kepada awak media di lobi Senat, dilaporkan laman AsiaOne.

Selain Yaacob, akun Telegram milik Menteri Luar Negeri Malaysia Saifuddin Abdullah juga jadi sasaran peretasan. "Akun Telegram saya diretas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab yang menyalahgunakan nama dan gambar saya melalui aplikasi," kata Saifuddin dalam sebuah unggahan di Twitter.

Baik Yaacob maupun Saifuddin tidak menerangkan sifat peretasan tersebut. Mereka pun tak menjelaskan apakah terdapat data mereka yang dicuri dan lainnya. Pekan lalu, Departemen Perdana Menteri, yang di dalamnya menampung Badan Keamanan Siber Nasional Malaysia dan Dewan Keamanan Nasional Malaysia mengungkapkan kepada parlemen bahwa tidak ada pelanggaran data pemerintah. Pernyataan itu merujuk pada laporan dari pihak eksternal dan klaim bahwa data pokok warga Malaysia dijual secara daring.

“Kebocoran data dari database instansi pemerintah, seperti yang pernah viral sebelumnya, tidak terjadi,” kata Menteri Fungsi Khusus Abd Latiff Ahmad pada 4 Juli lalu.

Statistik dari perusahaan keamanan siber yang berbasis di Belanda, Surfshark, menunjukkan, secara global, Malaysia adalah negara ke-11 yang paling banyak dilanggar pada kuartal kedua tahun 2022. Terdapat 665.200 akun yang disusupi atau diretas selama periode tersebut. Angka itu naik 733 persen dari kuartal yang sama pada tahun sebelumnya.

“Di Asia Tenggara, 64 dari setiap 100 (orang), telah terpengaruh oleh pelanggaran data. Namun, di Malaysia, angka ini naik menjadi 138 per 100 orang. Secara statistik, rata-rata orang Malaysia telah terpengaruh oleh pelanggaran data setidaknya satu kali,” kata Agneska Sablovskaja, peneliti data di Surfshark.

Surfshark menemukan bahwa total 44,2 juta akun Malaysia telah diretas sejak 2004. Angka itu melampaui jumlah penduduk Malaysia yang hanya 32,7 juta jiwa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement