REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kasus aktif COVID-19 di Kota Bandung masih tinggi. Hingga Senin, total kasus corona di wilayah Ibu Kota Provinsi Jawa Barat ini mencapai 1,071 konfirmasi kasus aktif, dengan wilayah tertinggi kasus aktif yaitu Kecamatan Arcamanik sebanyak 69 kasus aktif dan disusul oleh Kecamatan Cicendo sebanyak 64 kasus aktif, dan Lengkong sebanyak 61 kasus aktif.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Anhar Hadian mengungkapkan, positivity rate Kota Kembang saat ini berada di angka 5,48 persen, sedangkan standar WHO berada di angka 5 persen. Kendati demikian, penilaian Kemendagri masih menetapkan Bandung berada di PPKM level satu.
“Kalau lihat indikator, kasus memang tiap hari naik, konfirmasi aktifnya rata-rata di atas seribu. Dari segi penularan ada peningkatan, tapi BOR kita masih relatif bagus sekitar 18.6 persen atau 130 dari 698 TT (Tempat Tidur),” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, dikutip Rabu (10/8/2022).
“Jadi kapasitas total RS kita di puncak Covid-19 itu bisa mencapai 2.500-an TT, sekarang yang kita siagakan baru 600 sekian. Sebagian yang TT terisi ini bergejala sedang dan gejala beratnya itu hanya 11, gejala sedangnya 111,” sambungnya.
Hal yang harus dikhawatirkan, kata dia, apabila pelayanan RS itu membludak seperti kasus covid-19 delta lalu. Melihat Bed Occupancy Rate (BOR) yang terbilang aman, Anhar mengaku lega. Namun pihaknya tetap menggencarkan sosialisasi protokol kesehatan. Sebab, proses penularan covid belum berhenti. Dia menjelaskan, tingkat keganasan virus sudah menurun tapi tingkat euforai masyarakat dalam beraktivitas sangat tinggi dan sudah mendekati normal. Hal Ini menjadi tantangan, karena edukasi sulit diterapkan.
“Apalagi menerapkan aturan melalui sikap tegas. Karena bisa jadi malah jadi kontraproduktif dan bisa jadi viral nggak jelas. Prinsipnya kami tetep ingin bilang ke masyarakat, covid belum hilang lho, masih ada. Buktinya angka-angka (data) seperti itu,” imbaunya.
Selain kelalaian masyarakat menerapkan prokes, kasus aktif covid yang masih tinggi di Kota Bandung ini disebabkan oleh menurunnya antusias masyarakat untuk melakukan vaksin booster. Anhar mengatakan, penerapan vaksin dosis tiga merupakan tantangan karena baru berada di angka 45 persen.
“Realitas ya. Kemudian terdongkrak ketika pemerintah mengharuskan pelaku perjalanan melakukan vaksinasi booster. Masuk ke tempat-tempat umum kaya mal harus vaksinasi, itu lumayan meningkatkan minat masyarakat untuk vaksinasi,” imbuh Anhar.
Pihaknya, kata dia, menetapkan target sampai akhir Agustus untuk mencapai 50 persen vaksin booster di Kota Bandung. Puskesmas di Kota Bandung, ujarnya, aktif menggelar vaksinasi booster bersamaan dengan pelaksanaan BIAN (Bulan Imunisasi Anak Nasional).
“Aktivitasnya sama-sama vaksinasi imunisasi. Sehingga kami harus berbagi strategi untuk bisa melaksanakan kedua-duanya,” tandasnya.