Kamis 11 Aug 2022 19:50 WIB

Kanselir Jerman: Tidak Ada Rencana Kunjungan ke China

Kanselir menekankan agar perusahaan Jerman tak terlalu bergantung pada China.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Kanselir Jerman Olaf Scholz berbicara kepada media selama konferensi pers musim panas tahunan pertamanya di Berlin, Jerman, Kamis, 11 Agustus 2022.
Foto: AP Photo/Michael Sohn
Kanselir Jerman Olaf Scholz berbicara kepada media selama konferensi pers musim panas tahunan pertamanya di Berlin, Jerman, Kamis, 11 Agustus 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan tidak ada rencana konkrit berkunjung ke China. Pada konferensi pers, Kamis (11/8/2022) Scholz mengatakan sudah ada pembicaraan tentang kunjungan tersebut tapi tanggalnya belum ditentukan.

Ia menekankan pentingnya perusahaan-perusahaan Jerman tidak terlalu tergantung pada China. Tapi dapat mampu untuk mendiversifikasi rantai pasokan.

Baca Juga

Hubungan Barat dengan China semakin memanas terutama usai kunjungan ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan. Pulau yang dikelola demokratis itu kerap menjadi titik perselisihan China-AS dan sekutu-sekutunya.

Sebelumnya dilaporkan Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan 17 pesawat tempur China terbang di atas garis tengah Selat Taiwan, Rabu (10/8/2022). Sementara China melanjutkan latihan di sekitar pulau itu.

Garis tengah merupakan garis perbatasan tak resmi di Selat Taiwan yang memisahkan Taiwan dan China Daratan. Biasanya kapal dari masing-masing pihak tidak melewati garis itu.

China juga menarik janjinya untuk tidak mengirim pasukan atau perwakilan ke Taiwan untuk mengambil alih pulau itu. Dokumen resmi yang diperbarui disebut "Pertanyaan Taiwan dan Reunifikasi China di Era Baru" itu terbit pada Rabu (10/8/2022). "Era baru" istilah yang umumnya dikaitkan dengan pemerintahan Presiden China Xi Jinping.

Di dua dokumen sebelumnya tentang Taiwan pada 1993 dan 2000, China mengatakan tidak akan mengirim pasukan atau personel pemerintahan untuk ditempatkan di Taiwan setelah mencapai reunifikasi. Penekanan ini dimaksudkan untuk memastikan Taiwan akan menikmati otonomi khusus setelah menjadi wilayah administrasi khusus China.

Tapi, keterangan tersebut tidak muncul dalam dokumen putih terbaru. Partai Komunis China yang berkuasa telah mengusulkan agar Taiwan dapat kembali ke pemerintahan di bawah model "satu negara, dua sistem", mirip dengan formula Hong Kong setelah dikembalikan Inggris ke China pada 1997.

China mengklaim Taiwan bagian dari wilayahnya dan tidak pernah mengabaikan kemungkinan menggunakan kekuatan untuk menegaskan kedaulatannya. Taiwan menolak klaim tersebut.

Pemimpin-pemimpin Taiwan mengatakan hanya warga Taiwan yang dapat memutuskan sendiri masa depan mereka dan bersumpah mempertahankan demokrasi dan kebebasan pulau tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement