Selasa 23 Aug 2022 14:20 WIB

Kisruh dengan Hizbullah Soal Sumber Gas, Israel Siap Perang Jika Aset-asetnya Diserang

Hizbullah memperingatkan Israel terkait dengan sumber gas di pantai lepas Lebanon.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi bendera Israel. Hizbullah memperingatkan Israel terkait dengan sumber gas di pantai lepas Lebanon
Foto: Republika/Dadang Kurnia
Ilustrasi bendera Israel. Hizbullah memperingatkan Israel terkait dengan sumber gas di pantai lepas Lebanon

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz telah melayangkan peringatan ke kelompok Hizbullah Lebanon untuk tidak menyerang aset gas milik negaranya. 

Dia menegaskan, tindakan semacam itu akan memicu perang. Kendati demikian, Israel, kata Gantz, tetap siap menghadapi skenario itu. 

Baca Juga

Dalam sebuah wawancara dengan stasiun radio Israel, 103 FM, pada Senin (22/8/2022), Gantz ditanya apakah serangan apa pun oleh Hizbullah terhadap ladang gas Israel dapat memantik peperangan. “Ya, itu bisa memicu reaksi,” jawab Gantz, seperti dilaporkan laman Al Arabiya

Menurut dia, serangan Hizbullah ke aset gas Israel dapat memicu beberapa hari pertempuran dan kampanye militer. “Kami kuat dan siap untuk skenario ini, tetapi kami tidak menginginkannya,” ujar Gantz. 

Pernyataan Gantz muncul saat Israel dan Lebanon sedang terlibat dalam negosiasi alot terkait persengketaan perbatasan laut kedua negara. 

Pada Juni lalu, ketegangan sempat meningkat setelah kapal produksi yang disewa Israel tiba di dekat ladang gas lepas pantai Karish. Lebanon turut mengklaim wilayah tersebut. 

Pada 2 Juli lalu, Israel mengatakan, mereka telah menembak jatuh tiga pesawat nirawak yang diluncurkan Hizbullah ke arah Karish. Kemudian 9 Agustus lalu, Pemimpin Hizbullah, Hassan Nasrallah, menyatakan ‘tangan yang meraih kekayaan ini akan terputus’. Pernyataan itu dianggap merupakan pesan atau peringatan tersirat terhadap Israel. 

Israel dan Lebanon terakhir kali terlibat dalam konflik terbuka pada 2006. Kedua negara secara resmi tetap berperang, dengan penjaga perdamaian PBB berpatroli di perbatasan darat. 

Pada 2020, Israel dan Lebanon melanjutkan negosiasi terkait sengketa perbatasan maritim. Pembicaraan sempat terhenti, tapi dihidupkan kembali pada Juni tahun itu. 

Diskusi awal berfokus pada area yang disengketakan seluas 860 kilometer persegi (332 mil persegi), sesuai dengan klaim Lebanon yang terdaftar di PBB pada tahun 2011. 

Beirut kemudian meminta daerah itu diperluas lagi seluas 1.430 kilometer persegi, yang mencakup bagian dari ladang gas Karish. Menurut Israel, Karish berada dalam zona ekonomi eksklusifnya yang diakui oleh PBB.    

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement