REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak Sapi dan kerbau Indonesia (PPSKI) menilai data produksi nasional daging sapi di Indonesia tidak valid. Data yang simpangsiur itu diduga terjadi sejak proses pendatan level daerah hingga ke tingkat pemerintah pusat.
Ketua Dewan Penashiat PPSKI, Teguh Boediyana, mengatakan, ketidakauratan data populasi sapi dan daging sapi terlihat dari tren data di mana perubahan kenaikan dan penurunan sangat tinggi.
Ia mencatat kurun waktu 2011-2018, fluktuasi produksi sangat tinggi. Ia mencontohkan, tahun 2013 populasi turun 21,8 persen dari 15,98 juta ekor menjadi 12,5 juta ekor lalu meningkat lagi 17,8 persen menjadi 14,7 juta ekor tahun 2014.
Contoh lain, tahun 2017 produksi hanya meningkat 2,7 persen menjadi 16,4 juta ekor. "Lalu 2018 produksi naik 8,7 persen menjadi 17,8 juta. Ada inkonsistensi, padahal sudah ada kajian dari IPB segala macam, rata-rata peningkatan produksi secara alami itu 3-4 persen jadi angka-angka ini luar biasa," katanya dalam diskusi publik yang digelar Ombudsman, Rabu (24/8/2022).
Teguh menambahkan, carut-marut data sapi dimulai dari daerah. Selain data populasi dan produksi daging sapi yang tidak valid, data mengenai bobot berat sapi juga menjadi tanda tanya.
Ia mencontohkan di Jawa Timur, pada 2020 lalu data BPS mencatat terdapat pemotongan sapi sebanyak 215.843 ekor dengan produksi daging sapi mencapai 105.847 ton atau 490 kg per ekor.
Dengan produksi itu diperkirakan berat sapi hidup per ekor di sentra sapi Jawa Timur mencapai 1,3 ton. Asumsi itu, kata Teguh, berdasarkan hasil survei terakhir di 11 provinsi tahun 2012, produksi daging yang bisa dihasilkan dari satu ekor sapi sekitar 35 persen dari total berat hidup sapi.
Situasi serupa, lanjut Teguh pun terjadi di Jawa Tengah dan NTT yang juga menjadi pusat sentra ternak sapi. Rata-rata bobot sapi diperkirakan lebih dari 1 ton karena produksi yang besar. Hal itu menjadi kejanggalan jika melihat kondisi ternak-ternak sapi di Indonesia.
"Dari data ini kita sudah bisa lihat, bayangkan saja sapi di pasar hewan saja itu kurus-kurus," kata dia.
Teguh mengungkapkan, saat ini rata-rata berat sapi hidup di Jawa Tengah dan Jawa Timur umumnya hanya berkisar 350 kg hingga 600 kg per ekor. Ini termasuk sapi eks impor yang digemukkan di Indonesia selama empat bulan. Adapun di NTT, rata-rata berat hidup sapi bahkan hanya 275 kg hingga 300 kg per ekor.
Teguh mengatakan, PPSKI pun tengah mengadukan persoalan data tersebut kepada Ombudsman agar dapat menjadi objek pengawasan dari kinerja pemerintah.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendera Fatika, mengatakan, semua kegiatan yang menggunakan APBN dapat menjadi objek pengawasan Ombudsman. Keberadaan data yang valid menjadi vital karena berperan penting dalam penetuan kebijakan yang akan diambil pemerintah, termasuk dalam layanan yang akan diberikan kepada peternak.