Rabu 24 Aug 2022 19:07 WIB

Bidan-Bidan Afghanistan Berjuang dalam Keputusasaan

Tingginya angka kematian seorang ibu bukanlah hal baru di Afghanistan.

Rep: Mabruroh/ Red: Muhammad Hafil
Bidan-Bidan Afghanistan Berjuangan dalam Keputusasaan. Foto: Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Kepemimpinan Taliban Afghanistan telah memerintahkan semua wanita Afghanistan untuk mengenakan burqa yang menutupi semua di depan umum. Dekrit hari Sabtu membangkitkan pembatasan serupa pada perempuan selama pemerintahan garis keras Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001.
Foto: AP Photo/Ebrahim Noroozi
Bidan-Bidan Afghanistan Berjuangan dalam Keputusasaan. Foto: Wanita Afghanistan menunggu untuk menerima jatah makanan yang didistribusikan oleh kelompok bantuan kemanusiaan Saudi, di Kabul, Afghanistan, Senin, 25 April 2022. Kepemimpinan Taliban Afghanistan telah memerintahkan semua wanita Afghanistan untuk mengenakan burqa yang menutupi semua di depan umum. Dekrit hari Sabtu membangkitkan pembatasan serupa pada perempuan selama pemerintahan garis keras Taliban sebelumnya antara tahun 1996 dan 2001.

REPUBLIKA.CO.ID,KABUL — Sejak pengambilalihan Taliban setahun lalu, bidan-bidan di Rumah Sakit Provinsi di provinsi Zabul Afghanistan, mengatakan mereka khawatir akan ada peningkatan angka kematian ibu selama tiga tahun ke depan jika dana untuk negara tidak segera ditingkatkan.

Tingginya angka kematian seorang ibu bukanlah hal baru di Afghanistan. Pada 2002, negara ini memiliki rasio kematian ibu tertinggi yang pernah tercatat, diperkirakan 1.600 kematian per 100 ribu kelahiran yang hidup.

Baca Juga

Namun, selama 20 tahun terakhir, Afghanistan telah berhasil meningkatkan layanan secara besar-besaran dan angkanya telah turun 60 persen menjadi 638 kematian per 100 ribu kelahiran.

“Kemajuan ini dikhawatirkan akan berbalik jika pendanaan untuk sistem kesehatan tidak dipulihkan dan diperluas lebih lanjut. Sistem kesehatan Afganistan berada di bawah tekanan yang sangat besar,” kata Direktur INTEROS di Afganistan, Nasr Muflahi dilansir dari The New Arab pada Rabu (24/8/2022).

“Sudah, rumah sakit kewalahan, dan kami mendengar laporan yang mengkhawatirkan bahwa ini menjadi semakin jelas di unit bersalin. Bahkan sebelum Agustus, sulit bagi perempuan untuk mengakses perawatan kesehatan ketika mereka membutuhkannya – sekarang semakin sulit bagi mereka untuk mengaksesnya. Tanpa peningkatan dana untuk membuat fasilitas kesehatan ini berfungsi penuh kembali, kita akan secara tragis melihat banyak wanita meninggal karena penyebab yang sepenuhnya dapat dicegah,” ujar dia.

Rana adalah salah satu pencari nafkah utama bagi keluarga besarnya di Afghanistan karena ayahnya tidak bisa lagi bekerja. Wanita berusia 25 tahun itu telah membantu melahirkan lebih dari seribu bayi di rumah sakit dan klinik di seluruh negeri.

Selama bertahun-tahun bekerja sebagai bidan, Rana telah memghadapi tantangan ketika berusaha membantu para ibu melahirkan bayi mereka dengan aman. Karena masalah besar di negaranya, perempuan kerap memiliki status yang sangat rendah dalam keluarga suami mereka.

Tidak jarang, kata Rana, perempuan yang memiliki persalinan yang sulit dan harus dibawa ke rumah sakit besar, akan meminta dia untuk berbicara langsung kepada keluarga suaminya. “Mereka meminta dukungan saya untuk membantu menjelaskan kepada orang tua mereka mengapa mereka harus pergi (ke rumah sakit),” ujar Rana.

“Kalau mereka minta sendiri-sendiri, mereka tidak akan diizinkan pergi. Kalaupun saya jelaskan, masih ada nenek atau ibu mertua akan selalu mengatakan tidak perlu,” ujar Rana.

Alasan mereka, karena mereka sendiri bisa melahirkan anak-anaknya dengan aman tanpa harus pergi ke rumah sakit. Lalu kenapa menantu perempuan mereka perlu perlakuan khusus itu.

“Lalu saya harus menjelaskan bahwa menantu perempuan mereka tidak hanya bisa kehilangan nyawanya tetapi juga bayinya. Dan hanya ketika saya menyebutkan bahwa bayinya hidup dalam bahaya, barulah mereka akan mulai mendengarkan. Mereka hanya peduli pada putra mereka dan anak-anak dari putra mereka,” ungkapnya.

Ketika Rana melihat pasien yang menderita anemia berat, dia menanyai mereka tentang diet mereka. Lalu mereka menjawab, bahwa mereka terkadang hanya makan debu untuk menahan rasa lapar.

“Dan ketika saya memberi tahu para tetua bahwa mereka perlu membawa beberapa apel dan daging untuk ibu hamil, mereka selalu menolak, sampai ketika saya memusatkan perhatian pada fakta bahwa itu berarti dia dapat membawakan mereka cucu yang sehat dan cantik. Baru setelah itu mereka menjadi senang melakukan sesuatu untuk membantu mereka,” tuturnya.

Selama beberapa bulan terakhir, Rana telah melihat kondisi ibu dan bayi yang memburuk di klinik dan rumah sakit.

Ketika ia mulai bekerja sebagai bidan pada 2016, jika ada ibu yang membutuhkan operasi caesar, ahli bedah ada di rumah sakit untuk melakukan operasi ini. Jika seorang ibu mengalami perdarahan pascapersalinan, yang merupakan penyebab utama kematian wanita yang melahirkan di Afghanistan, maka ada ahli bedah yang dapat melakukan histerektomi.

“Tapi sekarang, jika saya merujuk kasus rumit dari klinik pedesaan kami ke Rumah Sakit Distrik, hanya sedikit ahli bedah yang tersisa di sana," jelas Rana.

“Dananya sudah habis, sehingga berbulan-bulan mereka tidak dibayar dan mereka pergi mencari pekerjaan di tempat lain. Kurangnya dana juga berarti rumah sakit tidak memiliki peralatan yang cukup, dan mereka tidak memiliki cukup obat-obatan. Saya sangat khawatir bahwa kita akan melihat peningkatan angka kematian ibu bahkan lebih dari 50 persen jika masalah ini tidak segara ditangani,” ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement