REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya mengatakan, pemerintah mengusulkan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun ia mengungkapkan, banyak fraksi di DPR yang menolak usulan tersebut.
"Banyak sih fraksi yang nolak, dikiranya ini kan long list (Prolegnas 2020-2024) saja belum masuk," ujar Willy usai rapat panitia kerja (Panja) penyusunan Prolegnas Prioritas 2023, Senin (29/8).
Ia menjelaskan, revisi UU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Terakhir adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
"Karena ini dianggap suatu pendekatannya cenderung omnibus law, maka kemudian bagaimana partisipasi masyarakat harus didapat terhadap substansi-substansi. Catatan-catatan itu akan jadi pertimbangan DPR dalam memasukkan undang-undang ini," ujar Willy.
Anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki mengatakan, masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2023 akan mengganggu anggota DPR. Pasalnya, 2023 adalah tahun politik yang tentunya akan menguras pikiran dari para legislator.
"Karena tahun 2023 itu juga tahun politik, saya kira supaya kita lebih jernih kita menghindari situasi-situasi yang menyebabkan kita tak bisa berpikir jernih untuk mendapatkan undang-undang Sisdiknas yang lebih baik," ujar Zainuddin.
Di samping itu, pemerintah dinilai kurang membuka aspirasi publik selama penyusunan draf revisi UU Sisdiknas. Hal inilah yang membuat banyak pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan menolak RUU tersebut.
"Saya kira ini perlu saya dengar suara mereka. Karena banyak elemen masyarakat dari P2G, PGRI, kemudian Ma'arif Circle, dan banyak yang menyuarakan agar ini tidak dimasukkan ke Prolegnas Prioritas terlebih dahulu," ujar Zainuddin.