REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Febryan A, Ronggo Astungkoro
Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjadi satu dari empat RUU yang diusulkan pemerintah masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Namun, usulan tersebut ditolak oleh sejumlah anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR.
Anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki misalnya, ia menilai masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2023 akan mengganggu anggota DPR. Pasalnya, 2023 adalah tahun politik yang tentunya akan menguras pikiran dari para legislator.
"Karena tahun 2023 itu juga tahun politik, saya kira supaya kita lebih jernih kita menghindari situasi-situasi yang menyebabkan kita tak bisa berpikir jernih untuk mendapatkan undang-undang Sisdiknas yang lebih baik," ujar Zainuddin dalam rapat panitia kerja (Panja) penyusunan Prolegnas Prioritas 2023, Senin (29/8/2022).
Menurut Zainuddin, pemerintah juga kurang membuka aspirasi publik selama penyusunan draf revisi UU Sisdiknas. Hal inilah yang membuat banyak pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan menolak RUU tersebut.
"Saya kira ini perlu saya dengar suara mereka. Karena banyak elemen masyarakat dari P2G, PGRI, kemudian Ma'arif Circle, dan banyak yang menyuarakan agar ini tidak dimasukkan ke Prolegnas Prioritas terlebih dahulu," ujar Zainuddin.
Anggota Baleg DPR lain dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari juga menolak revisi UU Sisdiknas masuk ke Prolegnas Prioritas 2023. Menurutnya, masih banyak yang perlu didiskusikan dalam penyusunan draf revisi undang-undang tersebut.
"Kalau arahnya seperti itu (tak masuk Prolegnas Prioritas 2023) ya lebih bagus lagi. Jadi kita endapkan dulu, kita diskusikan dulu, kemudian kita majukan RUU Sisdiknas ini," ujar Taufik.
Taufik mengklaim, banyak pihak terkait di dunia pendidikan menyuarakan agar revisi UU Sisdiknas tak dibahas secara terburu-buru. Pasalnya revisi tersebut akan menggabungkan tiga undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Ia pun berharap, adanya peta jalan pendidikan Indonesia yang lebih komprehensif. Agar ke depannya, tak akan ada lagi perubahan kebijakan pendidikan ketika pergantian presiden atau Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendkibudristek).
"Ini yang sebenarnya diharapkan oleh para pemerhati pendidikan ini agar tidak tergesa-gesa. Kita siapkan dulu bayangannya, arah kebijakan pendidikan kita seperti apa, ini menjadi perhatian dari kami," ujar Taufik.
"Karena seperti kita ketahui pendidikan ini menjadi soal penting, karena menjadi tujuan negara yang secara eksplisit disebutkan dalam Pembukaan UUD 45, mencerdaskan kehidupan bangsa," sambungnya.