REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ronggo Astungkoro, Amri Amrullah
Pasal mengenai tunjangan profesi guru dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) menjadi perdebatan. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, mengatakan, RUU Sisdiknas justru ingin agar tidak hanya guru yang tersertifikasi yang berhak mendapatkan tunjangan profesi diatur dalam aturan tersebut.
Nadiem mengatakan, selama ini tunjangan profesi hanya bagi guru yang sudah tersertifikasi menjadi sumber frustasi para guru. Karena itu, lewat RUU Sisdiknas pemerintah ingin agar hal tersebut teratasi.
"Inilah sumber frustrasi dan banyak sekali guru di daerah, yang setiap kali saya datang ke daerah mengajukan concern dan frustrasi mereka terhadap kebutuhan untuk mengantre untuk mendapatkan tunjangan profesi selama bertahun-tahun. Banyak dari mereka yang menunggu seumur karier mereka, sampai pensiun pun tidak mendapat tunjangan profesi," jelas Nadiem dalam rapat kerja dengan DPR, Selasa (30/8/2022).
Kondisi itulah yang dia sebut hendak pemerintah perbaiki melalui RUU Sisdiknas. Nantinya setiap guru dapat menerima tunjangan tanpa harus mengikuti sertifikasi melalui pendidikan profesi guru (PPG).
Lebih lanjut dia menerangkan, ada beberapa poin besar dalam RUU Sisdiknas terkait hal tersebut. Pertama, guru yang sudah menerima tunjangan profesi dan atau tunjangan khusus akan tetap menerima tunjangan tersebut.
"Jadi bagi guru-guru yang sekarang sudah lulus sertifikasi dan sudah mendapatkan tunjangan tidak perlu khawatir sama sekali. Tetap akan menerima tunjangan sepanjang masih memenuhi persyaratan," jelas dia.
Kemudian, untuk guru-guru berstatus aparatur sipil negara (ASN) yang sudah mengajar saat ini tetapi belum tersertifikasi, pemerintah ingin memastikan agar mereka mendapatkan penghasilan yang layak. Penghasilan yang layak itu akan didapatkan dari gaji dan tunjangan mereka berdasarkan Undang-Undang (UU) ASN. Menurut Nadiem, tunjangan tersebut akan ditingkatkan.
"Dan tunjangan-tunjangan ini yang akan ditingkatkan. Tidak perlu lagi menunggu sertifikasi untuk mendapatkan tunjangan yang layak," kata Nadiem.
Lalu, Nadiem melanjutkan, lewat RUU Sisdiknas guru-guru non-ASN juga akan mendapatkan upah yang layak dari yayasan sebagai pemberi kerja berdasarkan UU Ketenagakerjaan. Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga akan ditingkatkan untuk memastikan hal tersebut dapat terlaksana dengan baik ke depannya.
"Yang sudah menerima tunjangan arah kebijakannya adalah tidak ada perubahan sama sekali. Mereka akan terus mendapatkan tunjangan tersebut. Bagi yang belum mendapatkan tunjangan, tidak perlu lagi mengantre untuk sertifikasi dan mengikuti program PPG," terang dia.
Menurut Nadiem, akan ada dampak positif dari kebijakan tersebut, yakni program PPG dapat difokuskan dengan kapasitas yang sangat terbatas untuk mencetak guru-guru baru yang berkualitas. Guru-guru yang sudah bekerja, kata dia, akan bisa mendapatkan tunjangan sesuai dengan UU ASN atau UU Ketenagakerjaan tanpa harus melalui proses sertifikasi.
"Mau menunggu sampai kapan? Sampai mereka sudah pensiun? Banyak yang sudah sebentar lagi pensiun. Dan hanyak sekali guru-guru kita yang membutuhkan tunjangan sekarang, bukan nanti," kata dia.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek, Iwan Syahril, mengatakan RUU Sisdiknas akan mempercepat peningkatan kesejahteraan guru yang belum tersertifikasi lewat PPG. Lewat jalur itulah para guru akan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Saat ini, kata Iwan, ada sekitar 1,6 juta guru, baik yang berstatus ASN maupun non-ASN yang masih belum tersertifikasi.
"Antreannya 1,6 juta panjang sekali dan perlu waktu lama yang untuk menyelesaikannya. Jadi artinya peningkatan kesejahteraan mereka pun juga tidak bisa berjalan dengan cepat. RUU Sisdiknas mengatur bahwa bagaimana kita memikirkan solusi terhadap masalah tersebut," jelas Iwan.
Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri, kepada Republika, Selasa (30/8/2022), menilai ada ketidaksinkronan antara pernyataan Kemendikbudristek dengan batang tubuh RUU Sisdiknas. Pihak Kemendikbudristek menyatakan guru akan mendapatkan penghasilan yang layak, tapi mereka tidak menunjukkan pasal dan ayat mana yang dapat membuktikan hal tersebut.
P2G melihat tidak adanya kata layak dalam naskah RUU Sisdiknas. "Mana pasalnya? Di mana ada pernyataan dalam batang tubuh RUU Sisdiknas bahwa guru dijamin mendapat 'penghasilan layak'? Di mana ada kata layak?" kata Iman.
Hal itu, kata dia, jelas berbanding terbalik dengan UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 14 ayat (1) dijelaskan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Lalu pasal 15 ayat (1) menjelaskan lebih lanjut tentang itu.
Pasal tersebut menjelaskan, penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum itu meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
"Pertanyaannya, apa bukti nyata RUU Sisdiknas membawa berita baik? Sementara itu pasal tentang 'Tunjangan Profesi Guru, Tunjangan Fungsional, dan maslahat lainnya' tidak lagi dimuat eksplisit sebagaimana yang tercantum dalam UU Guru dan Dosen yang mengatur hak guru secara eksplisit dan sangat rinci," kata dia.
Dalam UU Guru dan Dosen ada enam pasal yang mengatur hak guru, mulai dari pasal 14 sampai dengan pasal 19. Berbanding terbalik dengan RUU Sisdiknas, hak guru hanya diatur dalam satu pasal, yakni pasal 105 saja. Menurut Iman, itu sangat bertolak-belakang dengan UU Guru dan Dosen yang cukup lengkap dan detil mengatur hak guru.
"Dapat disimpulkan, RUU Sisdiknas sangat buruk dalam mengatur hak-hak guru, ini sebuah langkah mundur dalam tata kelola guru," terang Iman.