REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menyetel ulang alarm ternyata memiliki dampak negatif bagi kesehatan. Para peneliti menemukan bahwa mereka yang suka menggeser alarm lebih mungkin memiliki detak jantung lebih tinggi dibandingkan mereka yang langsung bangun.
Studi University of Notre Dame juga menemukan bahwa orang yang tidak langsung bangun itu lebih cenderung menghabiskan satu jam dalam kondisi tidur ringan. Peneliti menyarankan orang lebih berfokus mendapatkan lebih banyak tidur berkualitas secara keseluruhan alih-alih tidur-tiduran.
Sebelumnya, University of Notre Dame menemukan bahwa detak jantung istirahat yang tinggi bisa menjadi faktor kunci yang menghubungkan kurang tidur dan penyakit jantung. Studi lain perguruan tinggi itu menemukan bahwa orang yang pergi tidur, bahkan 30 menit lebih lambat dari waktu tidur biasanya cenderung memiliki detak jantung istirahat lebih tinggi sepanjang malam dan sering hingga keesokan harinya.
Kebiasaan tidur ini menjadi perhatian karena peningkatan denyut jantung istirahat merupakan faktor risiko yang diketahui untuk penyakit jantung, serta diabetes. Sebagai contoh, sebuah studi pada 2019 menemukan bahwa pria berusia 50 tahun dengan detak jantung istirahat lebih dari 75 detak per menit, dua kali lebih mungkin meninggal karena penyakit jantung selama 20 tahun ke depan dibandingkan mereka yang memiliki detak jantung istirahat 55 detak per menit atau kurang.
Studi lainnya pada 2013 menemukan bahwa detak jantung istirahat yang tinggi pada pria dikaitkan dengan kebugaran fisik yang lebih rendah dan tekanan darah yang lebih tinggi, berat badan, dan kadar lemak darah yang bersirkulasi. Semakin tinggi detak jantung istirahat seseorang maka semakin besar risiko kematian dini.