REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) angkat bicara terkait kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM dengan mencabut subsidi.
Dalam pernyataan resmi GMNI yang ditandatangani Ketua Umum Imanuel Cahyadi dan Sekretaris Jenderal Sujahri Somar, disebutkan bahwa GMNI menilai, kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM bersubsidi merupakan keputusan yang tidak tepat karena hanya akan mengorbankan kesejahteraan rakyat, khususnya rakyat kecil.
Dalam keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Kamis (8/9/2022) ada beberapa alasan yang mendasari penolakan GMNI terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi, antara lain Pemerintah tidak transparan mengenai data yang menjadi rujukan terkait subsidi energi yang mencapai 502,4 triliun rupiah.
Mengutip data yang disampaikan pakar ekonomi, realisasi untuk subsidi BBM selama Semester 1 2022 hanya sebesar 88,7 triliun rupiah untuk BBM, elpiji, dan listrik. Dengan rincian, 66,2 triliun rupiah digunakan untuk subsidi BBM saja.
Sementara pemerintah mengatakan terjadi pembengkakan karena subsidi dan kompensasi energi yang ditetapkan pemerintah sebesar 502,4 triliun rupiah. Besaran ini sangat tidak masuk akal, karena berarti, uang rakyat yang digunakan untuk subsidi sekitar 1,4 triliun rupiah per hari.
DPP GMNI menuntut pemerintah untuk lebih transparan dengan merinci dan menjelaskan kepada publik terkait kompensasi yang dimaksud selain subsidi, serta alokasinya karena uang rakyat digunakan dalam jumlah yang sangat besar.
Alasan yang lain, mengacu data dari oilprice.com per 30 Agustus 2022, GMNI mencatat harga minyak mentah, baik WTI maupun Brent melonjak dan berada di kisaran 100-120 dollar AS per barel selama Maret-Juli 2022.
Namun, sejak akhir Juli sampai awal September 2022 ini, harga kedua minyak mentah mengalami tren penurunan di kisaran 90-100 dollar AS per barel. Jika kondisi ini terus berlanjut dan tidak terdapat lonjakan signififkan, maka tidak ada alasan bagi pemerintah untuk memotong subsidi BBM.
Sedangkan alasan yang ketiga, Pemerintah berdalih bahwa harga BBM Indonesia saat ini merupakan yang termurah di dunia. Namun, berdasarkan data yang ada, harga BBM Indonesia saat ini (khususnya jenis Pertalite) Indonesia bahkan tak masuk dalam 10 besar.
Mengacu data globalpetrolprices.com per 29 Agustus 2022, harga BBM paling murah sebesar 0,022 dollar AS per liter di Venezuela, dan paling mahal sebesar 2,981 dollar AS per liter di Hong Kong.
Sementara di Asia Tenggara, harga BBM paling murah adalah 0,457 dolar AS per liter di Malaysia, lalu 1,077 dolar AS per liter di Vietnam, barulah 1,163 dolar AS per liter di Indonesia.
“Dari data ini, bahkan, apabila disandingkan dengan daya beli masyarakat yang merujuk pada PDB per Kapita negara, Indonesia tidak termasuk dalam daftar 5 negara teratas dengan harga BBM yang terjangkau,” kata pernyataant tertulis itu.
DPP GMNI menilai klaim pemerintah yang menyebut harga BBM di Indonesia saat ini termurah di dunia maupun terjangkau adalah sesat. Bahkan dengan kondisi BBM yang disubsidi pemerintah saat ini, harga ini belum termasuk "murah dan terjangkau" bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Dengan kata lain, rencana menaikkan harga BBM pasti akan membebani rakyat yang belum pulih dari dampak pandemi Covid-19.
Berdasarkan kajian diatas, GMNI berpendapat, sudah selayaknya pemerintah mengkaji ulang dan membatalkan kenaikan harga BBM bersubsidi yang dianggap justru membebani rakyat.
Menurut GMNI, Pemerintah seharusnya memikirkan dan membuat kebijakan agar subsidi energi yang dikeluarkan pemerintah harus tepat sasaran bagi masyarakat yang benar-benar membutuhkan.
Banyak cara yang dapat ditempuh pemerintah untuk melakukan pembatasan konsumsi BBM agar subsidi yang dilakukan pemerintah lebih tepat sasaran, namun anehnya, pemerintah lebih memilih untuk memotong subsidi energi dan mengalokasikan dana bansos bagi masyarakat untuk mengurangi (meredam) dampak yang akan terjadi, yang justru biasanya akan menimbulkan polemik baru.