REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian terus berupaya untuk memberikan kemudahan bagi para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) dalam menjalankan aktivitas usahanya, salah satunya dalam memperoleh bahan baku. "Pelaku IKM seringkali kesulitan mendapatkan bahan baku, yang beberapa di antaranya tidak tersedia di dalam negeri. Namun, mereka juga belum mampu melakukan impor sendiri," kata Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita lewat keterangannya di Jakarta, Sabtu (10/9/2022).
Tidak hanya menyiapkan fasilitas di sektor hilir terkait kemasan, distribusi, dan pemasaran produk, Kemenperin juga menyiapkan solusi bagi pelaku IKM agar lebih mudah memperoleh bahan baku yang terjangkau dan berkualitas, sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Data Ditjen IKMA Kemenperin menunjukkan, biaya bahan baku dan bahan penolong di komponen biaya produksi IKM mencapai 57,31 persen. Sulitnya bahan baku menjadi salah satu tantangan dalam peningkatan daya saing IKM.
Oleh sebab itu, Kemenperin hadir mengatasi problem tersebut dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 21 Tahun 2021 tentang Pusat Penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong Impor untuk Industri Kecil dan Industri Menengah.
"Permenperin 21/2021 ini merupakan penjabaran amanat Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian," ungkap Reni.
Lebih lanjut, pemerintah juga berupaya melakukan penyederhanaan perizinan berusaha, serta kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), sebagaimana tercantum di dalam Undang-Undang Cipta Kerja.
"Dalam UU Ciptaker ini, terdapat beragam penyesuaian peraturan yang berkaitan dengan peningkatan ekosistem investasi serta kemudahan bagi pelaku usaha sektor perindustrian, antara lain terkait kebijakan afirmasi kepada IKM melalui fasilitasi bahan baku dan bahan penolong," papar Reni.
Mengenai kemudahan tersebut, dituangkan pula di dalam PP 28/2021, yang salah satunya mengatur mengenai Pusat Penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong.
"Salah satu pengaturan yang krusial di dalam PP tersebut, antara lain adanya pengaturan mengenai jaminan ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong, yang diatur melalui mekanisme neraca komoditas," jelas Reni.
Dalam PP 28/2021, diatur bahwa impor bahan baku dan/atau bahan penolong bagi IKM yang tidak dapat melaksanakan importasi sendiri, dapat dilakukan oleh Pusat Penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong yang memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) yang berlaku sebagai angka pengenal importir umum (API-U), serta dibuktikan dengan kontrak pemesanan dari IKM dimaksud.
Menurut Reni, pihaknya bertanggung jawab dalam pengembangan dan pemberdayaan IKM sehingga mampu bersaing di tingkat global. Upaya itu dilakukan melalui kebijakan yang mendukung terciptanya pasar bagi produk IKM, inovasi dalam pengembangan produk, peningkatan citra dan merek dagang terhadap produk IKM, serta adanya jaminan terhadap ketersediaan bahan baku dan/atau bahan penolong.
"Nantinya, Pusat Penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong berperan menyediakan bahan baku dan/atau bahan penolong bagi IKM, serta menyalurkan bahan baku dan/atau bahan penolong di dalam negeri bagi IKM," imbuhnya.
Impor hanya diperuntukkan bagi IKM yang tidak dapat melaksanakan importasi bahan baku dan/atau bahan penolong sendiri, sedangkan Pusat Penyedia Bahan Baku dan/atau Bahan Penolong dapat memperoleh bahan baku dan/atau bahan penolong dari sisa impor yang diperuntukkan bagi IKM sesuai ketentuan perundang-undangan.
Penyaluran bahan baku dan/atau bahan penolong, dilakukan berdasarkan skema kerja sama pemerintah pusat dan daerah.