REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk resmi mendapatkan tambahan modal melalui hak memesan efek terlebih dahulu (HMTED) atau rights issue sebesar Rp 4,13 triliun. Perseroan juga mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,48 triliun.
Hal tersebut merupakan salah satu kesimpulan Rapat Dengar Pendapat Komisi XI DPR dengan Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban dan Direktur Utama BTN Haru Koesmahargyo, Rabu (14/9/2022).
"Komisi XI DPR menyetujui penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp 2,48 triliun kepada BTN melalui skema rights issue. Nilai rights issue porsi publik sebesar Rp 1,65 triliun dengan porsi saham pemerintah sebesar 60 persen dan Kepemilikan saham publik sebesar 40 persen,” tulis salah satu kesimpulan yang dibacakan Wakil Ketua Komisi XI Amir Uskara.
Dalam kesimpulan berikutnya, Komisi XI menyatakan PMN kepada BTN dimaksudkan untuk memperkuat struktur permodalan BTN dengan capital adequacy ratio (CAR) terjaga di atas 15,4 persen. Selain itu, PMN juga akan meningkatkan kemampuan bisnis dari BTN, khususnya penyaluran 1,32 juta unit kredit pemilikan rumah (KPR), yang akan mendukung target prioritas nasional bidang perumahan, serta pengembangan bisnis berbasis ekosistem perumahan.
"BTN telah meningkatkan kinerjanya yang ditunjukan dengan meningkatnya profitabilitas, efisiensi operasional, risiko likuiditas yang terjaga, pengelolaan aset yang berkualitas dan risiko modal yang terjaga," ujar Amir.
Berikutnya, DPR juga meminta kepada Kementerian Keuangan untuk mensinergikan ekosistem pembiayaan perumahan yang lebih efisien, antara lain sinergi BTN, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), dan lain-lain. Selain itu, Kementerian Keuangan juga diminta untuk mengoptimalkan manfaat privatisasi BTN dalam meningkatkan kontribusi penerimaan negara, penyediaan fasilitas KPR, meningkatkan penciptaan lapangan pekerjaan dan memperkuat industri lokal serta UMKM dari proyek perumahan yang dibiayai.
Dalam RDP ini, Kementerian Keuangan menyatakan tidak ada rencana akuisisi maupun merger antara BTN dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. "Kami mewakili Kementerian Keuangan sebagai ultimate shareholder (BUMN). Kami belum pernah menerima proposal terkait dengan usulan merger (BTN dan BNI)," ucap Rionald.
Jawaban Rionald mendapatkan apresiasi dari anggota Komisi XI yang hadir karena meluruskan wacana liar yang berkembang akhir-akhir ini. "Kalau Pak Rio sudah berkata seperti ini maka ini bisa menjadi jaminan bagi kita semua," kata Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan Eriko Sotarduga.
Apresiasi terhadap jawaban ini juga disampaikan oleh Anggota Komisi XI dari Fraksi Nasdem Satori. "Mendengar jawaban pak Rio rasanya plong. Terima kasih pak itu suatu kepastian terkait masalah yang belum jelas," ujar Satori.
Sebelumnya tentang isu akuisisi BTN oleh BNI Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo meluruskan informasi tersebut. Menurut Kartika yang akrab dipanggil Tiko, wacana tersebut merupakan wacana lama yang sudah dibatalkan."Wacana itu sudah dibatalkan," ungkap Tiko.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggraini juga membantah bahwa pihaknya memiliki rencana untuk mengakuisisi BTN. Menurut Novita, wacana ini tidak ada dalam rencana aksi korporasi BNI.
"Nah, terkait wacana akuisisi BTN kami sampaikan bahwa rencana tersebut tidak ada dalam corporate plan BNI dan memang tidak ada arahan lebih lanjut dari pemegang saham untuk menjadikan akuisisi BTN ini menjadi aksi korporasi BNI. Sampai saat ini tidak ada rencana itu," ujar Novita dalam Public Expose Live 2022 yang diselenggarakan oleh Bursa Efek Indonesia secara virtual, Selasa (13/9/2022).