REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH — Kota Suci Madinah dikenal juga dengan kerajinan tangan dan tembikar tradisionalnya, selain keberadaan Masjid Nabawi dan situs keagamaan lainnya.
Tembikar pada awalnya digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari sebagai barang-barang rumah tangga, mulai dari penyimpanan dan memasak hingga transportasi barang.
Namun saat ini, karena barang-barang rumah tangga banyak dari hasil produksi pabrik yang terbuat dari plastik, keramik, dan aluminium, kerajinan kuno gerabah perlahan-lahan mati karena orang hanya menggunakannya sebagai suvenir atau barang Dekoratif.
Saudi Heritage Authority sedang mengadakan kursus dan lokakarya untuk melestarikan tembikar, dan mendukung tembikar keluarga dengan memajang produk mereka di berbagai acara.
Tammam Mahmoud, salah satu pembuat tembikar di wilayah tersebut, berusaha keras untuk menjaga agar seni tetap hidup. “Saya bangga mewarisi profesi ini dari ayah dan kakek saya lebih dari 40 tahun yang lalu. Terlepas dari tantangan dan kesulitan yang dihadapi para pembuat tembikar, kesabaran membantu mereka untuk maju,” kata Mahmoud dilansir dari Arab News, Selasa (20/9).
Menurutnya, permintaan gerabah menurun karena keragaman peralatan rumah tangga modern yang mudah diakses, serta harganya yang bervariasi.
“Saat ini, industri gerabah terbatas pada aspek teknis dan estetika seperti oleh-oleh yang dibeli oleh wisatawan,” ujar dia.
Mahmoud mengatakan tanah liat yang digunakan untuk produksi tembikar bersumber dari lembah Madinah setelah hujan.
Berbagi bagaimana suatu produk terbentuk, pengrajin mengatakan adonan tanah liat disiapkan dengan tangan sebelum menambahkan bahan alami lainnya untuk memastikannya menyatu.
Tanah liat tersebut kemudian dibentuk menggunakan cetakan dengan berbagai ukuran untuk mendapatkan desain yang diinginkan. Produk dikeringkan di bawah sinar matahari, sebelum dipanggang dalam oven tradisional pada suhu tertentu untuk memastikan daya tahannya. Kemudian dikirim ke pasar untuk dijual