REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Para menteri luar negeri Uni Eropa pada Rabu (21/9/2022) sepakat untuk mempersiapkan sanksi baru terhadap Rusia. Uni Eropa juga akan meningkatkan pengiriman senjata ke Kiev setelah Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi perang pertama kalinya sejak Perang Dunia Kedua untuk bertempur di Ukraina.
"Sudah jelas bahwa Putin berusaha menghancurkan Ukraina," ujar Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Josep Borrell.
Setelah mendapatkan pengarahan oleh Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba, para menteri setuju untuk menugaskan tim mereka menyiapkan paket sanksi kedelapan yang akan menargetkan sektor-sektor ekonomi Rusia yang lebih relevan. Borell mengatakan, sanksi juga menargetkan orang-orang yang bertanggung jawab atas perang agresi di Ukraina.
Para menteri Uni Eropa akan mengadakan pertemuan formal berikutnya pada pertengahan Oktober ketika paket sanksi berlaku secara resmi. Para menteri juga setuju untuk meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina. Borrell menolak untuk memberikan perincian lebih lanjut tentang jenis sanksi atau dukungan militer. Tetapi dia meyakini akan ada dukungan penuh Uni Eropa untuk Ukraina.
Berbicara dalam sebuah wawancara dengan Reuters, Menteri Luar Negeri Estonia, Urmas Reinsalu, mengatakan, Presiden Vladimir Putin berusaha untuk menakut-nakuti dan memecah belah Barat. Pertemuan para menteri luar negeri menekankan persatuan, bergerak cepat dengan paket sanksi baru, dan menggunakan mekanisme pendanaan fasilitas perdamaian Eropa untuk meningkatkan pasokan senjata ke Ukraina.
"Kami juga harus menyatakan komitmen tanggung jawab hukum. Para petinggi di Kremlin tidak boleh menganggap remeh bahwa pertanggungjawaban mereka atas perang genosida harus dianggap enteng," kata Reinsalu.
Menjaga persatuan di antara 27 negara anggota Uni Eropa untuk paket sanksi akan rumit di tengah krisis pasokan energi yang menghantam blok tersebut dengan keras. Hongaria pada Selasa (20/9/2022) menolak gagasan untuk menjatuhkan sanksi baru kepada Rusia.