REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berencana melakukan revisi aturan pelabelan pangan olahan. Secara teknis, hal ini dilakukan dengan melakukan penyebaran informasi dan edukasi melalui pelabelan kemasan galon guna ulang, dengan mempertimbangkan keamanan dan kesehatan masyarakat.
Hal ini dianggap oleh sebagian pihak dianggap kontrol terhadap pasca produksi air minum dalam kemasan (AMDK) galon keluar dari pabrik. Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Minum dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Rachmat Hidayat, selama ini memang belum ada aturan yang mengatur standar perawatan dan masa pakai galon guna ulang.
"Kalau pemerintah punya inisiatif mengadakan peraturan soal ini, kami dengan senang hati akan ikut membantu pemerintah dalam membentuk peraturan tersebut," tutur dia dalam Workshop Aliansi Jurnalis Independen bertema “Zat-zat Kimia pada Pangan dan Kemasan: Pengawasan dan Perlindungan Pemerintah”, yang diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen, di Jakarta pekan lalu.
Meski begitu Rachmat mengklaim selama puluhan tahun tidak pernah ada laporan bahwa AMDK galon guna ulang menimbulkan masalah kesehatan. Oleh karena itu ia berharap BPOM tidak mengeluarkan aturan pelabelan.
“Kehidupan (bisnis) kami terancam dengan draf aturan ini,” ucap dia.
Sementara itu Deputi Bidang Pengawasan Pangan dan Olahan BPOM, Rita Endang tegas membantah tudingan bahwa revisi aturan label pangan dikaitkan dengan kepentingan persaingan usaha. Bantahan ini pun sudah diperkuat dengan pernyataan dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang menolak adanya kaitan antara aturan label kemasan galon guna ulang dengan persaingan bisnis.
“Ada surat resmi KPPU kepada BPOM bahwa tidak ada unsur persaingan usaha,” kata Rita Endang. “Pengaturan BPA pada kemasan itu untuk kepentingan kesehatan dan keamanan produk yang menjadi kewenangan BPOM.”