REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Liz Truss mengatakan, Inggris dan sekutu-sekutunya tidak boleh mendengarkan "hasutan perang" Presiden Rusia Vladimir Putin pada Ukraina. Hal ini setelah Putin memerintahkan mobilisasi parsial dan meningkatkan kemungkinan konflik nuklir.
"Kami tidak boleh mendengarkan hasutan perang dan ancaman palsunya, justru yang perlu kami lakukan adalah melanjutkan sanksi pada Rusia dan melanjutkan dukungan pada Ukraina," kata Truss pada stasiun televisi CNN, Ahad (25/9/2022).
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan wilayah Ukraina yang menggelar referendum untuk bergabung dengan Rusia akan mendapat "perlindungan penuh" dari Moskow. Pernyataan ini dikhawatirkan dapat meningkatkan ketegangan dalam perang Rusia di Ukraina dan kemungkinan penggunaan senjata nuklir.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB dan media di New York, Lavrov mencoba membenarkan invasi Rusia ke Ukraina bulan Februari lalu. Ia mengulang klaim Rusia yang menyatakan pemerintah Ukraina tidak sah, dipenuhi Nazi dan menekan pengguna bahasa Rusia di negara itu.
Pada Jumat (23/9/2022) Rusia menggelar referendum di empat wilayah Ukraina untuk menganeksasi dengan paksa. Kiev mengatakan, warga dipaksa memilih dan tidak diizinkan meninggalkan wilayah itu selama pemungutan suara yang berlangsung selama empat hari.
Barat mencela pemungutan suara itu yang mereka sebut untuk membenarkan perang yang sudah berlangsung selama tujuh bulan.
"Mengikuti referendum-referendum itu, Rusia tentu akan menghormati ekspresi kehendak masyarakat yang sudah sejak lama menderita dari pelanggaran rezim neo-Nazi," kata Lavrov dalam konferensi pers usai pidatonya di Majelis Umum PBB.
Ia ditanya apakah Rusia akan menggunakan senjata nuklir untuk melindungi wilayah-wilayah tersebut? Lavrov mengatakan, wilayah Rusia termasuk wilayah "yang akan diabadikan" di konstitusi Rusia di masa depan "berada di bawah perlindungan penuh negara."
"Semua hukum, doktrin, konsep dan strategi Federasi Rusia berlaku pada semua wilayah," katanya, ia merujuk pada doktrin penggunaan senjata nuklir Rusia.