REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan pajak kripto telah terkumpul sebesar Rp 126,75 miliar per Agustus 2022. Pajak atas komoditas kripto ini berlaku pada 1 Mei 2022.
"Pajak ini mulai dibayarkan dan dilaporkan pada bulan Juni 2022," ujar Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa September 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (26/9/2022).
Ia membeberkan pajak kripto tersebut terdiri dari pajak penghasilan (PPh) pasal 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) dalam negeri dan penyetoran sendiri senilai Rp 60,76 miliar serta PPN dalam negeri atas pemungutan oleh non bendaharawan Rp 65,99 miliar.
Selain pajak kripto, perusahaan teknologi finansial (financial technology/fintech) juga turut dikenakan pajak mulai 1 Mei 2022, yang mulai dibayarkan dan dilaporkan pada bulan Juni 2022. Pajak fintech tersebut meliputi PPh pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan badan usaha tetap dalam negeri sebesar Rp 74,44 miliar serta PPh pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri (WPLN) dan badan usaha tetap luar negeri Rp 32,81 miliar.
Sri Mulyani melanjutkan, terdapat pula pajak pertambahan nilai (PPN) perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) yang realisasinya mencapai Rp8,17 triliun selama Juli 2020 sampai Agustus 2022, dengan total PMSE sebanyak 127. Rinciannya, PPN PMSE pada Juli sampai Desember 2020 sebesar Rp730 miliar, pada Januari sampai Desember 2021 Rp3,9 triliun, serta Januari sampai Agustus 2022 Rp3,54 triliun. Dari segi total, terdapat 51 PMSE terdaftar pada Juli sampai Desember 2020, 43 PMSE pada Januari hingga Desember 202, dan 33 PMSE pada Januari sampai Agustus 2022.
"Jadi ada kenaikan baik dari jumlah PMES maupun PPN-nya," ungkap Menkeu.
Di sisi lain, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut mengungkapkan penyesuaian tarif PPN berhasil menambah pemasukan negara sebesar Rp 7,28 triliun selama April hingga Agustus 2022.