Selasa 27 Sep 2022 13:16 WIB

Suara Golkar, PDIP, dan Demokrat Terjun Bebas Bila Kader Utamanya tidak Maju Capres

Majunya kader utama di pilpres memberi efek ekor jas ke suara partai.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Indira Rezkisari
Ilustrasi pilpres 2024
Foto: Infografis Republika.co.id
Ilustrasi pilpres 2024

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Survei Jakarta (LSJ) merilis hasil survei terbaru tentang dinamika elektabilitas partai politik dan calon presiden (capres) menjelang Pemilu 2024. Salah satu kesimpulan hasil survei LSJ menyatakan perolehan suara tiga partai besar yakni, Partai Golkar, Partai Demokrat dan PDIP akan terjun bebas jika kader utama mereka tidak dicalonkan sebagai presiden di 2024.

Peneliti Senior LSJ Fetra Ardianto mengatakan, kader utama adalah ketua umumnya, seperti Airlangga Hartarto di Golkar dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Partai Demokrat. Sedangkan kader di PDIP, LSJ tidak menyebut siapa kader utamanya. Namun berdasarkan hasil survei LSJ dapat disimpulkan konstituen partai-partai besar mengharapkan ketua umum atau tokoh sentral partainya ikut maju capres dalam Pemilu 2024.

Baca Juga

"Salah satu isu yang diangkat dalam survei LSJ kali ini adalah persepsi dan harapan konstituen partai politik menghadapi Pemilu 2024. Dalam hal ini LSJ lebih menekankan pada persepsi dan harapan publik terhadap empat partai besar, yakni PDI Perjuangan, Partai Gerindra, Partai Golkar dan Partai Demokrat," kata Peneliti Senior LSJ, Fetra Ardianto, Selasa (27/9/2022).

LSJ menanyakan kepada responden yang mengaku akan memilih keempat partai besar tersebut apa alasan pilihannya. Sebagai contoh, lebih dari 68 persen calon pemilih Partai Golkar mengharapkan Airlangga Hartarto ikut Pilpres 2024. Bagian terbesar dari mereka meyakini suara Partai Golkar akan semakin anjlok jika Airlangga tak maju capres atau memberikan tiket capres Partai Golkar kepada tokoh di luar partainya.

"Dan bagian terbesar dari mereka atau 42,5 persen responden mengkhawatirkan jika ketua umum atau tokoh sentral partainya tidak ikut nyapres perolehan suara partai mereka pada Pemilu 2024 nanti bakal anjlok," terangnya.

Sebagai informasi, perolehan suara Partai Golkar terus merosot ketika partai berlogo pohon beringin itu tidak memajukan tokoh sentralnya sebagai capres. Pada Pilpres 2004, Partai Golkar mengusung pemenang Konvensi Capres Golkar (Wiranto). Meskipun akhirnya Wiranto kalah namun pencapresan Wiranto telah memberi “efek ekor jas” bagi kemenangan Partai Golkar pada Pemilu 2004 dengan 21,57 persen.

Fetra memaparkan pada Pilpres 2009 Partai Golkar kembali mengusung tokoh sentralnya (Jusuf Kalla) sebagai capres. Mereka kembali dikalahkan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), namun Partai Golkar masih mampu bertahan di posisi dua besar dengan suara 14,45 persen.

Kemudian, lanjut dia, pada Pilpres 2014 Partai Golkar kembali mengusung JK sebagai cawapres sehingga di pemilu legislatif (Pileg) masih sanggup bertahan di posisi dua besar. Namun pada Pemilu 2019 untuk pertama kalinya Partai Golkar terperosok di posisi ketiga (12,57 persen) karena tidak ada tokoh sentralnya yang ikut berkontestasi di Pilpres.

Contoh lain adalah Partai Demokrat yang absen dalam kontestasi Pilpres 2014 dan 2019. Pada Pemilu 2014 suara partai berlogo tiga berlian itu terjun bebas menjadi 10,90 persen, padahal pada Pemilu 2009 menjadi pemenang dan meraih 20,85 perssn suara.

"Pada Pemilu 2019 perolehan suara Partai Demokrat semakin terpuruk menjadi 7,77 persen saja. Hal itu karena tak ada tokoh sentral partai tersebut yang maju dalam kontestasi Pilpres 2019," jelasnya.

Ketika Prabowo menjadi cawapres, ia mengatakan Partai Gerindra baru memperoleh 4,46 persen. Lantas pada Pemilu 2014 saat Prabowo maju sebagai capres suara Partai Gerindra melejit menjadi 11,81 persen. Begitu pula ketika pada Pemilu 2019 Prabowo maju lagi sebagai capres.

"Suara Partai Gerindra naik lagi menjadi 12,57 persen dan menjadi runner up mengalahkan Partai Golkar dan partai x yang tidak ikut nyapres. Efek ekor jas (coat-tail effect) dari pencapresan Prabowo terbukti telah mengungkit perolehan suara Partai Gerindra dari pemilu ke pemilu," papar Fetra.

Para calon pemilih atau konstituen partai besar lain khususnya Partai Golkar dan Partai Demokrat rupanya belajar dari kisah sukses Partai Gerindra tersebut juga berlaku bagi PDIP. "Sehingga wajar hingga kini PDIP belum memutuskan siapa yang dicapreskan, dan mereka tak rela tiket capres partainya dimanfaatkan oleh tokoh di luar partai," terangnya.

Survei LSJ dilakukan pada tanggal 10-20 September 2022 di 34 provinsi yang tersebar di seluruh Indonesia. Populasi survei ini adalah seluruh penduduk Indonesia yang berusia 17 tahun ke atas atau belum 17 tahun tapi sudah menikah.

Total sampel sebesar 1220 responden diperoleh melalui teknik pengambilan sampel secara acak bertahap (multi-state random sampling). Batas kesalahan (margin of error)+/- 2,81 persen dan pada tingkat kepercayaan (level of confidence) sebesar 95 persen. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara tatap muka dengan responden, dilaksanakan oleh tenaga terlatih dengan pedoman kuesioner.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement