REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PSSI Yunus Nusi mengklarifikasi penggunaan gas air mata oleh pihak keamanan dalam upaya untuk mengendalikan massa yang rusuh di Stadion Kanjuruhan usai pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022). Menurutnya, pihak kepolisian melakukan hal tersebut sebagai langkah antisipatif.
"Begitu cepat kejadian itu tentu pihak keamanan ambil langkah, tentu pihak keamanan sendiri sudah memikirkan dan mengkaji dengan baik. Karena memang kita lihat bersama pascapertandingan suporter turun ke lapangan dan tentu pihak keamanan ambil langkah-langkah antisipatif," kata Yunus dalam konferensi pers di Jakarta, Ahad (2/10/2022).
Tentang FIFA melarang penggunaan senjata api maupun gas air mata dalam upaya pengendalian massa di pertandingan sepak bola diakui Yunus. Dia menjawab bahwa PSSI dan LIB selalu mensosialisasikan semua aturan FIFA kepada panitia pelaksana, klub, dan berbagai pihak lainnya.
"PSSI dan LIB (Liga Indonesia Baru) sebelum dimulainya kompetisi baik itu Liga 1, 2, 3 dan lainnya, kami melakukan workshop dengan panpel dan klub. Di dalamnya ada berbagai macam pihak, kami sampaikan hal tersebut. Namun tragedi tadi malam kami sesalkan. Kami berharap tadi malam sebenarnya banyak yang harus menahan diri. Namun demikian, kita harus tunggu hasil investigasi," kata Yunus.
Selain penggunaan gas air mata, jadwal pertandingan yang digelar malam hari juga menjadi sorotan. Beberapa keterangan menyebut bahwa pihak kepolisian telah merekomendasikan kepada panpel agar laga tersebut digelar sore hari. Namun, pada kenyataannya pertandingan tetap digelar malam hari.
Yunus mengatakan, keputusan untuk menggelar pertandingan di malam hari telah disepakati oleh semua pihak. Dia mengungkapkan, kesepakatan itu didasari dengan anggapan bahwa pertandingan akan berjalan aman setelah melarang pendukung Persebaya untuk hadir di stadion.
"Kita ketahui polisi ajukan permohonan digelar sore hari, setelah LIB dan Panpel diskusi terjadi kesepahaman bersama untuk dilakukan malam hari. Tentu dengan beberapa persyraratan, salah satunya tidak menghadirkan suporter lawan atau tamu ke stadionnya," kata Yunus.
"Itu yang menjadi rujukan dari pihak panpel dan LIB untuk berpikiran positif bahwa sulit untuk ada kerusuhan ketika tak ada rivalitas suporter, tak ada suporter Persebaya yang datang ke Malang. Sehingga terjadi kesepahaman dan akhirnya dilaksanakan atas kesepahaman bersama," ujarnya.