Senin 03 Oct 2022 06:28 WIB

Jutaan Warga Jerman Andalkan sumbangan Makanan dan Badan Amal

Krisis energi menyebabkan masyarakat berpenghasipan rendah di Jerman kesulitan.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Steam meninggalkan menara pendingin pembangkit listrik berbahan bakar gas Lichterfelde di Berlin, Jerman, Rabu, 30 Maret 2022. Krisis energi menyebabkan masyarakat berpenghasipan rendah di Jerman kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Foto: AP/Michael Sohn
Steam meninggalkan menara pendingin pembangkit listrik berbahan bakar gas Lichterfelde di Berlin, Jerman, Rabu, 30 Maret 2022. Krisis energi menyebabkan masyarakat berpenghasipan rendah di Jerman kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Warga Jerman yang mendatangi bank makanan dan badan amal meningkat di tengah melonjaknya inflasi dan harga energi. Menurut organisasi payung bank makanan federal Tafel Deutschland, lebih dari 2 juta orang sekarang mengandalkan sumbangan dengan mengunjungi bank makanan dan badan amal lokal.

Seorang ibu lima anak, Heike Bensch (41 tahun), merupakan salah satu warga yang menerima bantuan dari badan amal lokal di Berlin. Bensch mengatakan, dia memiliki pekerjaan dan pemasukan tetap. Namun penghasilannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di tengah harga pangan dan energi yang melonjak tajam.

Baca Juga

“Saya bekerja sebagai pembersih selama empat jam sehari. Tetapi sulit untuk memenuhi kebutuhan karena semuanya semakin mahal. Anda bisa melihatnya di harga makanan,” kata Bensch, dilansir Anadolu Agency, Senin (3/10/2022).

"Kita tahu listrik semakin mahal. Kami sudah membayar lebih sedikit dan dapat membeli lebih sedikit makanan sekarang. Apalagi untuk anak-anak, kita tidak bisa membeli apa-apa. Anda juga dapat melihat kenaikan harga kebutuhan sekolah," Bensch.

Bensch mengantongi penghasilan 2.000 euro setiap bulan untuk menghidupi kelima anaknya. Bensch secara teratur mengunjungi fasilitas amal Die Arche di Berlin untuk menerima dukungan, terutama bagi anak-anaknya. 

Krisis energi yang terjadi di Jerman telah membuat kehidupan rumah tangga berpenghasilan rendah sangat sulit. Bensch berusaha untuk menghemat listrik agar tagihannya tidak membengkak. Salah satu cara Bensch menghemat listrik adalah tidak menyalakan pemanas ruangan ketika udara dingin dan hanya menghidupkan sedikit lampu.

“Kalau malam agak gelap, kami berusaha untuk tidak langsung menyalakan lampu, atau kami mencoba menghemat listrik dengan cara lain. Kalau sekarang cuaca lebih dingin, kami tidak akan menyalakan pemanas.  Kami malah akan memakai sweater," ujar Bensch.

Invasi Rusia di Ukraina telah meningkatnya ketegangan antara negara-negara Eropa dan Moskow. Hal ini mendorong harga energi menjadi lebih tinggi.

Bensch mengaku frustrasi dengan pemerintah karena tidak mengambil langkah-langkah serius untuk mendukung rumah tangga berpenghasilan rendah di Jerman. “Saya mengerti bahwa mereka juga membantu negara lain. Tapi untuk negara mereka sendiri, mereka tidak melakukan apa-apa,” katanya.

Biro statistik Jerman mengatakan, harga energi pada September 2022 naik 43,9 persen year on year dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu. Selain itu, kenaikan harga pangan mencapai di atas rata-rata sebesar 18,7 persen. Rumah tangga harus membayar sekitar 3.500 euro untuk gas pada musim dingin ini. Harga gas tersebut naik hampir tiga kali lipat dari yang mereka bayarkan tahun lalu.

Survei terbaru menunjukkan bahwa, Jerman sangat khawatir dengan krisis energi dan kenaikan inflasi, ketimbang perang di Ukraina. Sebuah studi oleh perusahaan polling Civey menunjukkan, 68 persen orang Jerman saat inu menyoroti krisis energi, dan 64 persen menyoroti inflasi, dan 55 persen mengikuti perkembangan invasi Rusia di Ukraina. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement