REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar hukum pidana Universitas Airlangga (Unair) Brahma Astagiri menilai, prank laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan Baim Wong dan Paula Verhoeven sebagai perbuatan yang tidak menghormati fungsi hukum. Terutama fungsi kepolisian sebagai aparat penegak hukum. Fungsi hukum, kata dia, adalah sarana dalam mewujudkan keadilan.
“Oleh negara, pintu gerbang penegakan hukum pidana itu diletakkan pada institusi Polri. Nah, kok, dibuat mainan seperti konten prank ini, tidak menghargai sama sekali fungsi kepolisian sebagai fasilitas yang telah disediakan oleh negara,” ujarnya, Selasa (11/10/2022).
Brahma menegaskan, Baim Wong dan Paula Verhoeven dapat dipidana atas perbuatannya tersebut. Menurutnya, pasal yang bisa disangkakan terhadap keduanya adalah Pasal 220 KUHP. Pasal 220 KUHP berbunyi “Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
Brahma menyatakan, meskipun Baim Wong dan Paula Verhoeven telah melakukan klarifikasi dan penarikan konten prank tersebut, kepolisian tetap memiliki wewenang melakukan penyelidikan. Adapun unsur-unsur Pasal 220 KUHP yaitu adanya tersangka, melakukan perbuatan memberitahukan tindak pidana, tindak pidana yang diadukan tidak dilakukan atau tidak terjadi, dan sanksi paling lama satu tahun empat bulan.
Brahma menilai prank laporan palsu terhadap fasilitas publik seperti kepolisian ini harus ditindaklanjuti. “Bahkan jika di Eropa yaitu England dan Wales, tindakan semacam ini minimal bisa dikategorikan sebagai anti social behaviour offense atau ASBO karena dianggap sebagai perbuatan yang tidak menghargai kepolisian sebagai fasilitas pelayanan publik yang disediakan negara,” ujarnya.