REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Syekh Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam menjelaskan bahwa seorang mukmin akan sibuk memuji Allah SWT daripada berterimakasih kepada diri sendiri. Mukmin yang sibuk memuji Allah SWt adalah mereka yang hatinya sudah dipenuhi cahaya-Nya.
"Seorang mukmin sibuk memuji Allah SWT, daripada berterima kasih kepada diri sendiri. Seorang mukmin juga disibukkan oleh hak-hak-Nya daripada mengingat bagiannya." (Syekh Athaillah, Al-Hikam)
Penyusun dan Penerjemah Al-Hikam, D A Pakih Sati Lc dalam buku Kitab Al-Hikam dan Penjelasannya yang diterbitkan penerbit Noktah tahun 2017 menjelaskan maksud Syekh Athaillah mengenai kesibukan seorang mukmin yang hatinya sudah dipenuhi cahaya-Nya.
Seorang mukmin yang hatinya sudah dipenuhi cahaya Allah SWT, maka ia akan sibuk memuji-Nya daripada menyebut-nyebut kehebatan dirinya yang mampu melakukan suatu pekerjaan. Dia adalah Dzat Yang Maha Kuasa, yang mampu melakukan apapun yang diinginkan-Nya. Dia Maha Raja sehingga hanya diri-Nya yang layak dipuji dan disanjung.
Maksud berterima kasih kepada diri sendiri adalah merasa hebat ketika berhasil melakukan suatu pekerjaan, seolah hanya dirinya yang berkontribusi dalam melakukan sesuatu tanpa ada bantuan siapapun. Ini jelas sebuah pemahaman yang salah.
Sebab, bagaimanapun, Allah SWT yang mengizinkan kamu untuk berhasil mengerjakan pekerjaan kamu. Sedangkan rasa terima kasih kepada diri sendiri karena Allah SWT telah menciptakan kamu, ini merupakan bagian dari kesempurnaan iman.
Selain itu, seorang mukmin juga sibuk menjalankan berbagai kewajibannya kepada Allah SWT. Misalnya, sibuk melaksanakan sholat, puasa, dan lain sebagainya. Seorang mukmin tidak pernah lupa mensyukuri segala nikmat yang diberikan-Nya. Jika dalam setiap detik ada saja nikmat yang diterimanya, tentu ia harus terus-menerus bersyukur, sehingga ia lupa dengan bagiannya.
Sedangkan terhadap hak yang harus diterima dari orang lain, seorang mukmin boleh memintanya. Misalnya, ia berhak menerima gaji karena telah bekerja kepada orang lain. Jika hak tersebut tidak diberikan maka ia bisa menuntutnya di pengadilan.
Intinya, seorang mukmin harus menyibukkan diri dengan berbagai kewajiban yang dibebankan oleh Allah SWT kepadanya. Jangan pernah melalaikannya. Janganlah mendahulukan kepentingan kamu daripada diri-Nya, sebab kamu sendiri yang akan merasakan kerugian. Jika kamu sudah menjalankan kewajiban-Nya, maka kamu pasti akan mendapatkan hak kamu.