REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta semua pihak untuk berhati-hati terhadap potensi aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok ekstremis. Sebab, kelompok ini masih ada di Indonesia. Hal itu disampaikan Tito saat berbicara dalam acara peringatan 20 tahun Bom Bali di Bali, Rabu (12/10/2022).
Menurut Tito, Indonesia harus memperkuat kebersamaan. Sebab, tujuan akhir dari terorisme bukanlah membunuh, menghancurkan, atau meledakkan bom. Mereka justru ingin mengambil alih kekuasaan, atau setidaknya ingin mengubah sistem.
"Maka kita harus menjaga sistem sebagai negara yang harmonis dalam keragaman, persatuan, dan keragaman," ungkap Tito sebagaimana dikutip dari siaran persnya, Kamis (13/10/2022).
Tito mengatakan, untuk menindak kelompok penganut paham ekstrimisme ataupun terorisme ini dibutuhkan dua pilar. Pertama, legitimasi hukum. Dengan begitu, semua tindakan yang diambil sesuai dengan aturan hukum dalam masyarakat demokrasi.
Kedua, legitimasi sosial. "Kita membutuhkan dukungan publik untuk melakukan segalanya,” ujar mantan Kapolri itu.
Terkait peristiwa Bom Bali itu sendiri, Tito menyebut serangan teroris yang terjadi pada 12 Oktober 2022 itu merupakan serangan paling mematikan nomor dua di dunia, setelah Serangan 11 September 2001 (Tragedi 9/11) di Amerika Serikat. Bom Bali setidaknya telah membunuh lebih dari 200 orang dan mengakibatkan 2.000 lebih orang luka-luka.
Usai serangan itu terjadi, kata Tito, Indonesia mendapat banyak bantuan dari negara-negara sahabat. “Seluruhnya menawarkan bantuan kepada kita, karena lagi-lagi Indonesia mempunyai ‘kawasan hijau’ bagi para pelaku teroris. Apa motif di balik serangan dan sebagainya? Padahal sebelum terjadinya serangan bom Bali 12 Oktober 2002, kita telah mendapat sejumlah peringatan,” terangnya.
Sebelum bom Bali, lanjut dia, serangan teroris juga terjadi di Mall Atrium Jakarta. Musababnya, karena lantai atas mal biasa digunakan untuk layanan komunitas Nasrani. Menurut Tito, agama masih menjadi masalah yang sangat sensitif. Ada semacam penyangkalan pada agama tertentu sehingga bom Bali terjadi.
Mendagri menyebut, pelaku pengeboman tersebut bukanlah jaringan teroris biasa. Mereka merupakan jaringan teroris internasional, seperti melibatkan organisasi militan Islam di Asia Tenggara, Jemaah Islamiyah. Apalagi ditambah dengan dinamika ISIS yang mulai bangkit memiliki dampak bagi dinamika terorisme di Indonesia.