Selasa 25 Oct 2022 20:58 WIB

Pengamat: Skema Power Wheeling di TU EBT Bisa Tambah Beban Negara

Skema power wheeling dikhawatirkan bebani negara seiring over supply pasokan listrik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Skema power wheeling yang dimuat dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) dikhawatirkan akan membebani negara seiring potensi over supply pasokan listrik seiring realisasi proyek pembangkit 35.000 Megawatt.
Foto: istimewa
Skema power wheeling yang dimuat dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) dikhawatirkan akan membebani negara seiring potensi over supply pasokan listrik seiring realisasi proyek pembangkit 35.000 Megawatt.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Skema power wheeling yang dimuat dalam Rancangan Undang Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) dikhawatirkan akan membebani negara seiring potensi over supply pasokan listrik seiring realisasi proyek pembangkit 35.000 Megawatt.

Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio mengatakan potensi over supply listrik sekitar 7,4 gigawatt hingga akhir 2022. Di sisi lain, biaya yang ditanggung atas kelebihan pasokan listrik mencapai Rp 3 triliun per gigawatt, sehingga total beban negara mencapai Rp 22 triliun.

“Nah sekarang kalau mau dimasukin power wheeling pakai EBT di satu sisi memang mendorong EBT, tapi juga menambah beban pemilik jaringan,” ujar Agus, Selasa (25/10/2022).

Adapun, skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik. Skema ini diklaim memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi terbarukan atau pembangkit non-PLN ke fasilitas operasi perusahaan dengan memanfaatkan jaringan transmisi yang dimiliki dan dioperasikan oleh PLN.