Rabu 26 Oct 2022 10:27 WIB

Pengamat Teroris Nilai Perempuan Berpistol Terobos Istana Narasi Lebay

Dari gesturenya, perempuan itu sosok pribadi yang punya problem kejiwaan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Agus Yulianto
Wanita berpistol. (Ilustrasi)
Wanita berpistol. (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pengamat Terorisme Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, mengomentari soal kemunculan perempuan berpistol yang mencoba terobos istana. Menurutnya, narasi yang disampaikan terkait kemucnulan perempuan itu berlebihan.

"Dari gesturenya, itu sosok pribadi yang punya problem kejiwaan. Perlu pemeriksaan psikologisnya. Bisa saja dia 'mainan' atau seperti dijadikan 'alat simulasi' oleh pihak tertentu terkait dengan isu keamanan," kata Harits dalam kepada wartawan, Rabu (26/10).

Menurutnya, tindakan yang dilakukan perempuan tersebut bukanlah ancaman yang serius. Apalagi, perempuan tersebut hanya membawa pistol rakitan yang tidak diketahui amunisinya bisa ditembakkan atau tidak. 

"Jadi, tidak perlu dibesar-besarkan dan membangun narasi yang tidak proporsional sama sekali," ujarnya.

Dia menambahkan, jika dari peristiwa tersebut dimunculkan isu ISIS dibalik tindakan itu, maka narasi tersebut sudah kadaluwarsa. Kemudian yang membuatnya tergelitik, peristiwa tersebut momentumnya bertepatan pasca- kepala KSP Moeldoko bicara soal ancaman radikalisme dan di pulau Bali jelang agenda G-20.

Sementara di sisi lain, realita yang sedang terjadi, Indonesia dihadapkan ancaman-ancaman yang lebih serius baik aspek keamanan (teroris separatis OPM), hukum (aparat penegak hukum yang hancur integritasnya), maupun ekonomi (ancaman resesi). "Dan itu semua lebih aktual dibanding kasus wanita yang melintas (sekali lagi; bukan menerobos) arah ring 1 kawasan istana merdeka dengan tujuan yang tidak jelas. Mari, kita waras mengeja realita," ungkapnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement