REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Buah dari rasa malu adalah iffah (menjaga kehormatan). Dr Musthafa Dieb Al-Bugha dan Syekh Muhyiddin Mistu dalam bukunya Al-Wafi Syarah Hadist Arbai'in Imam Nawawi menuliskan, barang siapa yang memiliki rasa malu sehingga mewarnai seru seluruh amalannya maka secara otomatis dia akan berlaku iffah (menjaga kehormatan) yang termasuk buahnya juga adalah bersifat wafa (setia).
Al-Ahnaf bin Qais berkata dua hal yang tidak akan pernah menyatu dalam diri manusia untuk selamanya dusta dan meruah. Muru'ah akan melahirkan kejujuran, kesetiaan, malu dan iffah.
Kebalikan dari malu adalah waqahah tidak punya malu. Ini merupakan sifat tercela karena akan menyeret pemiliknya tenggelam dalam kejahatan dan tidak akan mempedulikan cacian dan hinaan.
"Sehingga dia berani secara terang-terangan melakukan kejahatan," katanya.
Nabi Muhammad dalam hal ini bersabda:
"Setiap umatku akan dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan dalam melakukan kejahatan."
Orang yang tidak malu kepada Allah dan manusia tidak akan merasa takut untuk berbuat jaha kecuali apabila dihukum dengan tegas dan keras, karena di antara manusia ada yang penakut tapi tidak punya rasa malu. Hal ini tidak mengherankan karena ketiadaan rasa malu adalah penyimpangan dari Fitrah yang lurus.
Untuk itu kewajiban orang tua dan pendidikan dalam masyarakat Islam adalah mengajarkan anaknya dengan sungguh-sungguh sifat malu. Agar dia bisa menempuh jalan pengajaran yang sudah diajarkan mencakup pengawasan perilaku dan perbuatan anak-anak, menjauhkan hal-hal yang bertolak belakang dengan keutamaan mlui.
Maka dari itu memilih teman yang soleh dan menjauhkan dari teman yang jauh sangat penting. Orang tua haris memberikan arahan untuk memilih buku-buku yang bermanfaat menyembuhkan diri hal-hal yang merusak seperti film, sinetron murahan dan kata-kata kotor.
Hadits tentang dari Abu Mas'ud Uqbab bin Amr Al Anshari Al Badari berkata.Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda. "Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu"(HR. Al-bukhari)
Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa malu itu semuanya baik. Barang siapa yang banyak malunya, maka banyak kebaikannya dan barangsiapa yang sedikit malunya aku memakai sedikit pula kebaikannya.
Yang tidak boleh dilaksanakan itu adalah malu dalam mengerjakan hukum-hukum agama dan tidak boleh malu dalam mencari kebenaran. Allah Ta'ala dalam surah Al-Ahzab ayat 53 berfirman:
"Dan Allah tidak malu menerangkan yang benar."