REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menekankan, tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang harus diselesaikan dengan pelbagai tindakan terukur. Hal ini ia sampaikan dalam acara webinar nasional bertajuk ‘Restorative Justice untuk Penyelesaian Kasus Korupsi’, Jumat (28/10).
Melihat fakta tersebut, Ghufron menjelaskan, KPK selalu terbuka terhadap aspirasi dari seluruh elemen masyarakat tentang cara-cara pemberantasan korupsi yang berlandaskan asas keadilan. Termasuk, KPK turut menampung aspirasi tentang penerapan restorative justice dalam penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia.
“Sampai saat ini kami masih melakukan kajian tentang penerapan restorative justice pada tindak pidana korupsi. Ini adalah proses pencarian bentuk bagaimana agar proses hukum itu benar-benar menyelesaikan masalah bangsa ini dari tindak pidana korupsi,” kata Ghufron dalam keterangan tertulis resminya di Jakarta, Ahad (30/10/2022).
Sebagai informasi, restorative justice adalah konsep penyelesaian tindak pidana secara damai, bertoleransi pada korban, mencari solusi bukan mencari benar atau salah. Lalu, rekonsiliasi, restitusi, tidak ada pemidanaan, bersifat memperbaiki hubungan dan memotong dendam, melibatkan mediator profesional, dan mediasi penal.
Menurut Ghufron, hingga saat ini dalam melakukan upaya penindakan, KPK masih mengikuti proses peradilan yang bersifat iniquisitoir atau pemeriksaan. Artinya, kebenaran akan didapatkan melalui serangkaian proses, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga mencari kebenaran materiil di persidangan.
“Melalui putusan pengadilan ini, diharapkan dapat menghasilkan kebenaran dah keadilan baik bagi pelaku tindak pidana korupsi, korban, dan kepentingan negara,” ujar Ghufron.
Di sisi lain, sambung dia, melihat konsep restorative justice, tindak pidana korupsi memiliki perbedaan dengan pidana umum. Dimana pada satu kasus tindak pidana korupsi biasanya dilakukan lebih dari satu orang atau bisa disebut sebagai kejahatan komunal.
Sehingga, melihat tindak pidana korupsi tidak hanya selalu menggunakan sudut pandang kerugian keuangan negara saja. Namun, lebih dari itu, yakni korupsi memberikan dampak kerugian besar bagi rakyat yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan menyalahgunakan wewenang atau jabatan yang dimiliki.
“Pertanyaannya kalau kejahatannya bersifat mencederai kepentingan publik seperti tindak pidana korupsi, misal suap, dimana seharusnya pemimpin bekerja untuk publik tapi tidak (dia lakukan, itu) bagaimana? Keadilan di hadapan publik itu bagaimana me-restore-nya? Ini yang harus kita kaji bersama,” jelas dia.