Jumat 04 Nov 2022 06:01 WIB

OJK Minta Perbankan Perkuat Cadangan Modal

Penguatan cadangan modal ini untuk mengA=antisipasi risiko kredit bermasalah.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
Modal perbankan (Ilustrasi). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk memperkuat modal dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai.
Modal perbankan (Ilustrasi). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk memperkuat modal dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perbankan untuk memperkuat modal dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi naiknya risiko kredit bermasalah pada 2023.

Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan langkah antisipatif tersebut untuk menangkal risiko nilai tukar yang diperkirakan masih akan meningkat, salah satu caranya memperkuat permodalan dan meningkatkan cadangan kerugian penurunan nilai.

Baca Juga

“OJK meminta lembaga jasa keuangan untuk memperkuat permodalan dan CKPN bersiap dalam menghadapi skenario pemburukan akibat kenaikan risiko kredit, serta meningkatkan buffer likuiditas untuk memitigasi meningkatnya risiko likuiditas,” ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (3/11/2022).

Mahendra menyebut penguatan dolar Amerika Serikat (AS), yang diikuti dengan volatilitas harga komoditas, berpotensi memengaruhi kinerja lembaga jasa keuangan, mulai dari portofolio investasi, likuiditas, dan penyaluran kredit. Menurutnya OJK akan mengevaluasi valuta asing atau valas, termasuk pinjaman komersial luar negeri pada lembaga jasa keuangan di tengah tren penguatan dolar AS.

Selain itu, Mahendra menuturkan OJK akan mendorong perusahaan pembiayaan untuk mendiversifikasi sumber pendanaan. Hal ini bertujuan mengantisipasi keterkaitan antara ruang likuiditas sektor perbankan dengan akselerasi laju pertumbuhan kredit.

“OJK juga mendorong bank umum untuk memenuhi modal inti sesuai ketentuan yang dapat ditempuh melalui konsolidasi. Industri perbankan dan industri asuransi juga diminta menerapkan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit ataupun pembiayaan,” ucapnya.

Kendati demikian, menurut Mahendra saat ini masih berlangsung tren konsisten perbaikan risiko baik industri perbankan maupun perusahaan pembiayaan. Hal ini didukung likuiditas memadai dan permodalan kuat. 

“Non performing loan gross perbankan per September 2022 turun menjadi 2,78 persen sementara non performing financing perusahaan pembiayaan turun 2,58 persen,” ucapnya.

Menurutnya likuiditas perbankan memadai dengan rasio alat likuid per non core deposit sebesar 121,62 persen per September 2022. Sedangkan  alat likuid per dana pihak ketiga (DPK) perbankan berada level 27,35 persen.

Tak hanya likuiditas, permodalan industri jasa keuangan juga memadai. Dia menyebut rasio kepemilikan modal minimum atau capital adequacy ratio perbankan masih berada posisi 25,12 persen.

Sedangkan kekuatan asuransi jiwa dan umum kian kokoh tercermin dari risk based capital masing-masing 467,25 persen dan 312,79 persen.

“Begitupun dengan gearing ratio perusahaan pembiayaan capai dua kali. Namun tentu saja OJK cermati dan lakukan langkah mitigasi potensi risiko yang berdampak kinerja lembaga keuangan maupun stabilitas jasa keuangan maupun kinerja saat ini baik,” paparnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement