Senin 07 Nov 2022 16:05 WIB

RUU Ekstradisi Buronan Indonesia-Singapura tak Perlu Masuk Prolegnas

RUU tentang ekstradisi buronan Indonesia-Singapura masuk bersifat kumulatif terbuka.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
RUU tentang ekstradisi buronan itu tak perlu masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
Foto: republika/mgrol100
RUU tentang ekstradisi buronan itu tak perlu masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives) disebut tak perlu masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Sebab, RUU tersebut merupakan hasil perjanjian internasional antara Indonesia-Singapura dan bersifat kumulatif terbuka.

"Ini adalah RUU dalam rangka perjanjian bilateral ataupun perjanjian internasional kalau itu melibatkan berbagai negara maka ini tidak secara spesifik ada di Prolegnas, Pak Anca (Supriansa). Ini masuk dalam klaster kumulatif terbuka," ujar Arsul dalam rapat kerja dengan Kemenkumham dan Kemenlu, Senin (7/11/2022).

Baca Juga

"Jadi kalau kumulatif terbuka, ya, langsung, gitu, ya, begitu memerlukan, kemudian pengesahannya dengan undang-undang. Maka langsung diajukan ke DPR tanpa harus secara spesifik tercantum dalam Prolegnas," sambungnya.

Sebelum Arsul menjelaskan hal tersebut, anggota Komisi III Supriansa mempertanyakan urgensi RUU tersebut dari sisi pemerintah. Berulang kali RUU tentang ekstradisi buronan itu disebut sebagai sesuatu yang penting bagi Indonesia.

Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya, ketika menteri yang ditugaskan oleh Presiden Joko Widodo tak hadir hari ini. Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly diwakili oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi diwakili oleh Direktur Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Mirza Nurhidayat dalam penyerahan draf dan pandangan pemerintah terhadap RUU tersebut.

DPR pun menunda pembahasan RUU itu. Padahal, RUU tersebut diharapkan menjadi payung hukum penguat pemberantasan korupsi yang sudah ditunggu sejak lama. 

"Kalau rancangan undang-undang ini dianggap sudah lama yang menjadi harapan rakyat, maka tentu saya bisa menemukan di Prolegnas, tetapi saya lihat tidak ada di dalam (Prolegnas) saya lihat, kalau dibicarakan tadi terlama," ujar Supriansa.

Kendati demikian, ia mengatakan bahwa Fraksi Partai Golkar menerima jika draf dan pandangan pemerintah disampaikan pada hari ini. Meskipun Yasonna dan Retno tak hadir dalam forum tersebut. "Karena ini adalah sebuah harapan dari pemerintah, maka Partai Golkar tentunya selalu memberikan dukungan kepada pemerintah untuk berbuat. Untuk melakukan tindakan secepat mungkin, supaya bisa dirasakan untuk kepentingan bangsa dan negara," ujar Supriansa. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement