Sabtu 12 Nov 2022 11:24 WIB

AS Tangguhkan 1.000 Pengiriman Komponen Panel Surya

Penangguhan pengiriman terkait berlakunya larangan impor dari Xinjiang, China

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Panel surya (ilustrasi). Lebih dari 1.000 pengiriman komponen panel surya atau energi matahari senilai ratusan juta dolar telah menumpuk di sejumlah pelabuhan Amerika Serikat (AS) sejak Juni.
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Panel surya (ilustrasi). Lebih dari 1.000 pengiriman komponen panel surya atau energi matahari senilai ratusan juta dolar telah menumpuk di sejumlah pelabuhan Amerika Serikat (AS) sejak Juni.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Lebih dari 1.000 pengiriman komponen panel surya atau energi matahari senilai ratusan juta dolar telah menumpuk di sejumlah pelabuhan Amerika Serikat (AS) sejak Juni. Hal ini menyusul berlakunya undang-undang baru yang melarang impor dari wilayah Xinjiang, China karena kekhawatiran tentang tenaga kerja paksa.

Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) telah menyita 1.053 pengiriman peralatan energi surya antara 21 Juni dan 25 Oktober ketika Undang-Undang Perlindungan Kerja Paksa Uighur (UFLPA) mulai berlaku. Badan tersebut tidak akan mengungkapkan produsen atau mengkonfirmasi rincian tentang jumlah panel surya yang sedang dalam pengiriman.

Baca Juga

Namun tiga sumber industri yang mengetahui masalah ini dan berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada Reuters, produk yang ditahan termasuk panel dan sel polisilikon yang kemungkinan berkapasitas hingga 1 gigawatt dan terutama dibuat oleh tiga pabrikan Cina, yaitu Longi Green Energy Technology Co Ltd, Trina Solar Co Ltd, dan JinkoSolar Holding Co.

Secara keseluruhan Longi, Trina dan Jinko biasanya menyumbang hingga sepertiga dari pasokan panel AS. Tetapi perusahaan telah menghentikan pengiriman baru ke Amerika Serikat karena kekhawatiran kargo tambahan

akan ditahan.

Dalam sebuah email, Jinko mengatakan sedang bekerja dengan CBP untuk mengumpulkan dokumentasi yang membuktikan bahwa pasokannya tidak terkait dengan kerja paksa. Jinko yakin bahwa pengiriman produknya akan diterima. Sementara Longi dan Trina tidak menanggapi permintaan komentar.

Hambatan tersebut merupakan tantangan bagi pengembangan tenaga surya AS pada saat pemerintahan Biden berupaya mendekarbonisasi ekonomi AS dan menerapkan Undang-Undang Pengurangan Inflasi (IRA). Ini merupakan undang-undang baru yang mendorong teknologi energi bersih untuk memerangi perubahan iklim.

Instalasi surya di Amerika Serikat melambat sebesar 23 persen pada kuartal ketiga. Menurut kelompok perdagangan American Clean Power Association (ACP), hampir 23 gigawatt proyek surya tertunda karena ketidakmampuan untuk mendapatkan panel. ACP mendesak pemerintahan Biden untuk merampingkan proses pemeriksaan impor.

"Setelah lebih dari empat bulan panel surya ditinjau di bawah UFLPA, tidak ada yang ditolak dan sebaliknya mereka tetap terjebak dalam limbo tanpa akhir yang terlihat," kata ACP dalam sebuah pernyataan.

UFLPA pada dasarnya menganggap bahwa semua barang dari Xinjiang dibuat dengan kerja paksa. Para produsen mengharuskan produsen untuk menunjukkan dokumentasi sumber peralatan impor bahan mentah untuk membuktikan bahwa produk mereka tidak melibatkan tenaga kerja paksa.

"Pada akhirnya, ini bergantung pada seberapa cepat importir dapat menyerahkan dokumentasi yang memadai," kata juru bicara CBP, Rhonda Lawson.

Longi, Trina dan Jinko mendapatkan sebagian besar polysilicon dari pemasok AS dan Eropa seperti Hemlock Semiconductor, yang merupakan perusahaan patungan yang berbasis di Michigan antara Corning Inc dan Shin-Etsu Handotai Co Ltd, dan Wacker Chemie dari Jerman. Seorang juru bicara Wacker mengatakan, sumber bahan baku mereka berasa dari pemasok di Norwegia, Spanyol dan Prancis.

"Strategi pengadaan kami memberi kami setiap alasan untuk yakin bahwa produk yang digunakan dalam rantai pasokan kami dibuat dengan cara yang menghormati hak asasi manusia," kata juru bicara Wacker, Christof Bachmair.

Hemlock mengatakan, sumber semua silikon kelas metalurgi berasal dari pemasok di Amerika Utara dan Selatan. CBP sebelumnya mengatakan bahwa mereka telah menahan sekitar 1.700 pengiriman senilai 516,3 juta dolar AS di bawah UFLPA hingga September. Tetapi CBP belum pernah merinci berapa banyak dari pengiriman tersebut yang berisi peralatan surya. Uni Eropa juga telah mengusulkan larangan produk dari Xinjiang tetapi belum menerapkannya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian pada Jumat (11/11) mengatakan, klaim tentang penggunaan kerja paksa di Xinjiang adalah kebohongan abad ini yang dibuat oleh sekelompok kecil individu anti-China. Berita bohong ini akan menghambat respons global terhadap perubahan iklim.  

"Pihak AS harus segera menghentikan penindasan yang tidak masuk akal terhadap perusahaan fotovoltaik China dan melepaskan komponen panel surya yang disita secepat mungkin," kata Zhao.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement