Selasa 15 Nov 2022 10:10 WIB

Pengamat: Kurikulum Merdeka tak Selalu Cocok dengan Semua Wilayah

Esensi sebuah pembelajaran bermakna itu didasari oleh kemampuan guru

 Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY)  menyelenggarakan talkshow ini mengangkat tema “kurikulum merdeka belajar : Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”.
Foto: istimewa/doc humas
Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY) menyelenggarakan talkshow ini mengangkat tema “kurikulum merdeka belajar : Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Pengamat dan Pemerhati Pendidikan Ki Darmaningtyas, menilai kurikulum merdeka tidak selalu cocok dengan wilayah Indonesia yang beragam secara geografis dan  sosio kulturnya.

Hal ini disampaikan Ki Darmaningtyas dalam Talkshow ini mengangkat tema “kurikulum merdeka belajar : Lesson Learned Pengalaman Dikdasmen”.  Kegiatan ini diselenggarakan Keluarga Alumni Teladan Yogyakarta (KATY), Sabtu (12/10/2022). Acara temu tokoh ini merupakan rangkaian Lustrum XIII SMAN 1 Teladan Yogyakarta. Hadir sebagai Keynote Speaker yaitu Wakil Ketua MPR RI H. Arsul Sani.

“Seharusnya ini juga menjadi pertimbangan kemendikbudristek, yang kurikulum ini tidak menjawab persoalan esensial yang tengah dihadapi oleh pendidikan Indonesia yaitu kurangnya guru PNS, dengan analogi sakit perut yang diobati dengan obat sakit kepala,” kata  Ki Darmaningtyas, dalam siaran pers yang diterima Republika.

Pendiri gerakan sosial Sekolah Menyenangkan, Nur Rizal,  juga sepakat bahwa prinsipnya esensi sebuah pembelajaran bermakna itu didasari oleh kemampuan guru untuk mengisnpirasi peserta didik  untuk memiliki softskill yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

Setidaknya seperti percayaan diri dan  berimajinasi bukan pada kurikulumnya. Sehingga yang lebih esensial adalah pelatihan pengembangan SDM guru agar mampu membelajarkan siswa dengan lebih bermakna dan memiliki kemampuan tersebut.

"Sekolah penggerak semakin menguatkan kastanisasi pendidikan yang seharusnya tidak terjadi karena seharusnya semua sekolah adalah sekolah penggerak, apalagi berkaitan dengan anggaran pendidikan.,” ungkap dia.

Sementara Arsul Sani  menggaris bawahi bahwa kurikulum merupakan bagian dari amanat  pembukaan UUD 45 dan UU sisdiknas no 20 th 2013, yang sedang diajukan RUU perubahan dan belum disetujui oleh DPR RI untuk di bahas. Hal ini karena masih banyak polemik yang terjadi berkaitan dengan perbedaan pandangan atas urgensi pergantian kurikulum.

Kapokja Kemitraan Daerah dan Pemberdayaan Komunitas Direktorat PMPK, Kemendikbudristek, Cecep mengatakan hal yang melatar belakangi hadirnya kurikulum merdeka adalah adanya learning loss pascapandemi, dan tingkat literasi dan numerasi yang masih rendah, sekolah penggerak dimaksudkan agar kemudian sebagai pioner.

Ini yang nantinya diharapkan kan bergulir seperti snow ball, mengimbaskan pada sekolah lainnya dalam implementasi kurikuĺum merdeka. Dari Data sekolah pelaksana kurikulum merdeka terus meningkat dengan adanya pilihan mandiri belajar, mandiri berubah, dan mandiri berbagi.

Kepala sekolah SMA 2 Playen, Tumisih menyampaikan dengan menjadi sekolah penggerak di awal merasa kewalahan untuk beradaptasi karena berbagai hal teknis yang belum didapatkan panduan dan regulasinya, namun selanjutnya dengan pendampingan pelaksanaan kurikulum merdeka dirasakan sangat intensif, bahkan support dana dari pemerintah sangat membantu memenuhi kebutuhan pengembangan kompetensi guru.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement