Rabu 16 Nov 2022 16:40 WIB

BUMN Dukung Transisi Energi Melalui Pengembangan Ekosistem Baterai Kendaraan Listrik

Indonesia memiliki posisi strategis menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Gita Amanda
Stasiun pengisian baterai kendaraan listrik. (ilustrasi).
Foto: Photo: Business Wire
Stasiun pengisian baterai kendaraan listrik. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkembangan industri kendaraan bermotor listrik Indonesia memperoleh angin segar. Pasalnya, Indonesia Investment Authority (INA), lembaga sovereign wealth fund Indonesia baru saja membuat kesepakatan dengan Contemporary Amperex Technology Co, Limited (CATL) dan CMB International Corporation Limited (CMBI) di momen konferensi B20 di Bali pada Senin (14/11/2022) lalu.

Nota Kesepahaman yang ditandatangani terkait Green Fund sekitar 2 miliar dolar AS atau sekitar Rp 29,6 triliun yang difokuskan untuk membangun rantai nilai dari hulu hingga hilir bagi kendaraan listrik (electric vehicle/EV), terutama di Indonesia sebagai bentuk dukungan keberlanjutan dan komitmen Indonesia mencapai target Net Zero Emission pada 2060.

Baca Juga

Green Fund akan menjadi platform khusus untuk menangkap peluang investasi dalam ekosistem EV yang sedang berkembang. Indonesia memiliki posisi strategis untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok EV global, mengingat seperempat dari cadangan nikel dunia ada di Indonesia. Nikel merupakan bahan utama dalam produksi baterai.

Menangkap peluang tersebut, Kementerian BUMN bersama empat BUMN sektor pertambangan dan energi, yakni holding Industri Pertambangan-MIND ID, PT Antam Tbk, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) telah mendirikan PT Industri Baterai Indonesia atau Indonesia Battery Corporation (IBC) di kuartal pertama tahun 2021 lalu.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan IBC diamanahkan untuk fokus pada pengelolaan ekosistem industri baterai kendaraan bermotor listrik yang terintegrasi dari hulu hingga hilir untuk memaksimalkan potensi sumber daya mineral di Indonesia. Erick menilai kekayaan nikel adalah modal untuk pengembangan supply chain EV battery dari hulu ke hilir. Sejak Indonesia mengambil kebijakan hilirisasi industri minerba, salah satunya fokus pengembangan industri EV battery, banyak perusahaan internasional yang ingin menjajaki kerja sama dengan Indonesia.

"Karena itu, keterlibatan dan kepercayaan INA, CATL dan CMBI dalam pengembangan EV battery, harus kita apresiasi," ujar Erick di Badung, Bali, Rabu (16/11/2022).

Guna memperkuat ekosistem yang dibangun, lanjut Erick, IBC dan ANTAM menjalin kolaborasi dengan pemain baterai global melalui penandatanganan Framework Agreement pada 14 April 2022 untuk inisiatif proyek baterai kendaraan listrik terintegrasi. Erick memperkirakan total nilai investasi dari mitra global ini mencapai sebesar 15 miliar dolar AS atau setara dengan Rp 215 triliun.

Sejalan dengan upaya transisi energi tersebut, lanjut Erick, Kementerian BUMN turut mendukung pengembangan EV dalam ranah praktis dengan mendorong percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi jalan di lingkungan BUMN.

"Indonesia perlu mendorong percepatan transisi ini. Salah satunya dengan membangun pabrik baterai kendaraan listrik, yang bahan baku utamanya nikel," kata Erick.

Menurut Erick, peningkatan nilai tambah komoditas nikel ke depan, tak hanya akan mampu membuat kita memenuhi kebutuhan dalam negeri, tapi akan menjadikan Indonesia sebagai pengekspor utama baterai di dunia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement