REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyampaikan alasan ketidakhadirannya dalam pertemuan kepala negara di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Nusa Dua, Bali pada 15-16 November. Ma'ruf mengatakan, telah berbagi tugas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghadiri kegiatan kenegaraan mulai di KTT COP 27 di Mesir dan agenda di Jakarta.
"Kalau semua di Bali itu nanti di Jakarta nggak ada, padahal tugas-tugas lain juga saya mesti menghadiri berbagai kegiatan, jadi nanti vakum namanya itu," ujar Ma'ruf kepada wartawan di sela kunjungan kerjanya ke Semarang, Jawa Tengah, Kamis (17/11/2022).
Ma'ruf mengatakan, forum G20 merupakan agenda pemerintah secara keseluruhan bukan presiden maupun wapres presiden. Karena itu, dia menilai kehadiran kepala negara dalam hal ini Presiden Jokowi sudah memenuhi tanpa perlu didampingi wakil presiden.
"Pemerintah itu seluruh presiden, wakil presiden, dan juga menteri karena itu di G20 kan, cukup kepala negara, cukup diwakili presiden dan menteri-menteri yang ditugaskan akan hal itu," ujarnya.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia itu juga meluruskan pertanyaan beberapa pihak tidak dilibatkannya dalam forum internasional tersebut. Menurutnya, dia sudah beberapa kali hadir dalam rangkaian acara Presidensi G20 Indonesia sebelumnya, meskipun bukan di pertemuan puncak KTT G20.
"Saya kira semua nggak harus ada di sana (KTT G20), saya (sudah) melihat kesana persiapan-persiapan di sana baik itu tentang penyiapan mobil listrik, stasiunnya," ujarnya.
Ketua Harian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah ini juga menilai, penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia telah menghasilkan berbagai kesepakatan. Dia juga mengklaim pertemuan ini juga berhasil membuat negara-negara berdialog untuk mengatasi masalah global.
"Kepemimpinan Indonesia di G20 sudah bisa kita lihat. Misalnya Amerika dengan China sudah mulai bisa berdialog dan kita berharap langkah-langkah ini terus kita lanjutkan," ujarnya.
Dia juga berharap Presidensi G20 Indonesia ini menjadi momentum semua negara bekerja sama menghadapi ancaman krisis di masa mendatang.
"Termasuk soal energi kemudian juga soal-soal yang menyangkut finansial dan juga perubahan iklim bahkan juga kita ingin dan mengharapkan perang itu berhenti," ujarnya.