REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul, M. Jamiluddin Ritonga, menilai koalisi Gerindra dan PKB berpotensi goyah seiring masih ngototnya Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) untuk menjadi capres. Menurutnya kengototan antarkeduanya merupakan hal yang wajar lantaran keduanya diamanahkan partainya untuk menjadi capres.
"Prabowo dan cak Imin akan tetap bertahan menjadi capres sebelum partai menganulirnya. Hal itu memang dapat menggoyahkan koalisi Gerindra-PKB," kata Jamiluddin dalam keterangannya, Selasa (22/11/2022).
Menurutnya cak Imin memang lebih layak menjadi cawapresnya Prabowo. Ia menjelaskan ada dua pertimbangan. Pertama, elektabilitas cak Imin kalah jauh dengan Prabowo.
"Wajar kalau Prabowo yang lebih layak menjadi capres," ujarnya.
Selain itu perolehan suara Pileg 2019 PKB juga kalah dengan Gerindra. Karena itu, lebih logis Prabowo yang menjadi capres daripada cak Imin. "Hal itu kiranya disadari PKB dan cak Imin. Kalau tidak, tentu tidak akan ada titik temu antara PKB dan Gerindra," ucapnya.
Menurutnya situasi demikian akan membuka ruang terganggunya upaya untuk memperkuat koalisi kedua partai. Bahkan kalau cak Imin dan PKB tetap ngotot, koalisi berpeluang besar akan bubar.
Namun demikian, kengototan Cak Imin untuk capres dinilai hanya ingin meningkatkan bargaining politiknya. Cak Imin dinilai hanya untuk memastikan Prabowo menjadikannya cawapres.
"Kalau Prabowo menggaransi cak Imin jadi cawapres, tampaknya koalisi dua partai itu akan aman. PKB bersama cak Imin akan mengerahkan semua potensi untuk memenangkan pasangan Prabowo-cak Imin," ungkapnya.
"Jadi, trik politik cak Imin itu untuk memastikan Prabowo tidak melirik sosok lain menjadi cawapresnya. Kalau itu yang terjadi, cak Imin akan menarik diri dari koalisi bersama Gerindra," imbuhnya.