Senin 05 Dec 2022 18:20 WIB

Penjualan Senjata Global Naik Jadi 592 Miliar Dolar pada 2021

Kenaikan terjadi meskipun ada masalah rantai pasokan yang menghambat pengiriman.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolandha
Seorang petugas polisi memegang dua senjata termasuk pistol luger Jerman dari Perang Dunia II di Strasbourg, Prancis timur, Rabu, 30 November 2022. Data baru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, penjualan senjata dan layanan militer oleh 100 perusahaan pertahanan terbesar dunia naik 1,9 persen menjadi 592 miliar dolar AS pada 2021.
Foto: AP Photo/Jean-Francois Badias
Seorang petugas polisi memegang dua senjata termasuk pistol luger Jerman dari Perang Dunia II di Strasbourg, Prancis timur, Rabu, 30 November 2022. Data baru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, penjualan senjata dan layanan militer oleh 100 perusahaan pertahanan terbesar dunia naik 1,9 persen menjadi 592 miliar dolar AS pada 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Data baru dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan, penjualan senjata dan layanan militer oleh 100 perusahaan pertahanan terbesar dunia naik 1,9 persen menjadi 592 miliar dolar AS pada 2021. Kenaikan terjadi meskipun ada masalah rantai pasokan yang menghambat pengiriman komponen penting.

Pengiriman senjata meningkat dari 1,1 persen pada 2019-2020. Laporan SIPRI dalam Database Industri Persenjataan yang dirilis Senin (5/12/2022) menyatakan, angka ini menandai tahun ketujuh berturut-turut peningkatan penjualan senjata global. SIPRI mengatakan, masalah rantai pasokan menghambat perdagangan pada 2021 dan kemungkinan menjadi lebih buruk akibat invasi Rusia di Ukraina.

Baca Juga

“Kami mungkin mengharapkan pertumbuhan yang lebih besar dalam penjualan senjata pada 2021 tanpa masalah rantai pasokan yang terus-menerus. Perusahaan senjata yang lebih besar dan lebih kecil mengatakan bahwa penjualan mereka terpengaruh sepanjang tahun.  Beberapa perusahaan, seperti Airbus dan General Dynamics, juga melaporkan kekurangan tenaga kerja," kata Direktur Program Pengeluaran Militer dan Produksi Senjata SIPRI, Lucie Béraud-Sudreau, dilansir Aljazirah, Senin (5/12/2022).

Laporan SIPRI mengatakan, invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 juga meningkatkan tantangan rantai pasokan bagi perusahaan senjata di seluruh dunia. Untuk negara-negara Barat, tercatat bahwa Rusia merupakan pemasok signifikan bahan mentah yang digunakan dalam produksi senjata.

“Ini dapat menghambat upaya yang sedang berlangsung di Amerika Serikat dan Eropa untuk memperkuat angkatan bersenjata mereka, dan mengisi kembali persediaan mereka setelah mengirimkan amunisi dan peralatan lain senilai miliaran dolar ke Ukraina,” kata Béraud-Sudreau.

Perusahaan Rusia juga terpengaruh karena sanksi terkait perang yang mempersulit produsen untuk mengakses semikonduktor dan menerima pembayaran untuk pengiriman mereka. Sementara penjualan senjata di 40 perusahaan AS mencatat total 299 miliar dolar AS pada 2021. Namun angka penjualan itus sedikit lebih rendah secara riil akibat inflasi yang tinggi. Lima perusahaan teratas yang mencatat kenaikan penjualan senjata antara lain Lockheed Martin, Raytheon Technologies, Boeing, Northrop Grumman, dan General Dynamics yang berbasis di AS.

Laporan SIPRI mencatat lonjakan besar dalam penjualan dari produsen Cina. Sebanyak delapan perusahaan senjata Cina mencatat total penjualan senjata sebesar 109 miliar dolar AS atau meningkat 6,3 persen dari tahun sebelumnya. Sementara empat pabrikan Cina berada dalam daftar Top 10.

“Ada gelombang konsolidasi dalam industri senjata Cina sejak pertengahan 2010-an. Pada 2021 ini CSSC Cina menjadi pembuat kapal militer terbesar di dunia, dengan penjualan senjata sebesar 11,1 miliar dolar AS setelah merger antara dua perusahaan yang ada.” kata seorang peneliti SIPRI, Xiao Liang.

Pabrikan Korea Selatan juga mengalami pertumbuhan penjualan di atas rata-rata. Empat perusahaan dalam daftar SIPRI melaporkan peningkatan penjualan gabungan 3,6 persen dari tahun sebelumnya, atau sebesar 7,2 miliar dolar AS. Produsen mesin Hanwha Aerospace, mencatat penjualan tertinggi. Penjualan perusahaan itu melonjak 7,6 persen menjadi 2,6 miliar dolar AS dan diharapkan tumbuh secara signifikan di tahun-tahun mendatang setelah menandatangani kesepakatan senjata besar dengan Polandia awal tahun ini.

Grup Penerbangan Dassault Prancis juga mencatat pertumbuhan yang kuat, dengan penjualan naik 59 persen menjadi 6,3 miliar dolar AS pada 2021, didorong oleh pengiriman 25 pesawat tempur Rafale. Namun, di tempat lain di Eropa, perusahaan berjuang dengan gangguan rantai pasokan. Sebagian besar perusahaan kedirgantaraan militer melaporkan kerugian.

Sebanyak 27 perusahaan dengan kantor pusat di Eropa dalam 100 daftar teratas, mencatat peningkatan penjualan senjata gabungan sebesar 4,2 persen atau mencapai 123 miliar dolar AS. Sementara penjualan enam perusahaan Rusia naik tipis sebesar 0,4 persen menjadi 17,8 miliar dolar AS.

“Ada tanda-tanda stagnasi meluas di seluruh industri senjata Rusia,” kata laporan itu.

Basis Data Industri Persenjataan SIPRI dibuat pada 1989. Versi saat ini berisi data dari 2002, dan perusahaan China telah disertakan sejak tahun 2015.

Pembaruan data tahun ini mencatat bahwa perusahaan ekuitas swasta membeli lebih banyak perusahaan senjata, yang dapat menimbulkan risiko transparansi. Karena mereka tidak diharuskan untuk terbuka tentang keuangan mereka seperti perusahaan publik.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement