Selasa 06 Dec 2022 07:16 WIB

Korban Perang Narkoba di Filipina Diizinkan Ubah Sertifikat Kematian

Korban tewas akibat peluru nyasar, tapi di surat kematiannya tertulis pneumonia.

Rep: Lintar Satria/ Red: Friska Yolandha
Ratusan pendukung Presiden Filipina Rodrigo Duterte berkumpul di Rizal Park, Manila, Sabtu (25/2). Mereka mendukung perang narkoba Duterte sekaligus memperingati 31 tahun pemberontakan terhadap Ferdinand Marcos.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Ratusan pendukung Presiden Filipina Rodrigo Duterte berkumpul di Rizal Park, Manila, Sabtu (25/2). Mereka mendukung perang narkoba Duterte sekaligus memperingati 31 tahun pemberontakan terhadap Ferdinand Marcos.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pengadilan Filipina mengabulkan petisi seorang ayah untuk membenarkan sertifikat kematian putranya yang berusia sembilan tahun. Langkah ini membawanya semakin dekat pencarian keadilan bagi putranya yang tewas dalam penembakan yang berkaitan dengan narkoba.

Laporan polisi menyebutkan Lenin, putra dari Rodrigo Baylon, tewas oleh peluru nyasar pada 2 Desember 2016 dalam penembakan yang juga menewaskan dua orang perempuan di Kota Caloocan. Tetapi sertifikat kematiannya mengatakan ia meninggal akibat bronkopneumonia.

Baca Juga

Lenin bukan satu-satunya korban kekerasan yang sertifikat kematiannya tidak sesuai dengan apa yang dikatakan polisi dan keluarganya. Kantor berita Reuters mendokumentasikan setidaknya 14 kasus sertifikat kematian korban penembakan yang penyebab kematiannya diubah dengan penyakit seperti hipertensi dan pneumonia.

Kesalahan ini menutupi jumlah kematian akibat perang narkoba.

Baylon sudah berusaha untuk mengubah sertifikat kematian putranya tapi pada 2019 majelis rendah mengubah permintaannya, memaksanya membatalkan pengajuan. Bulan lalu pengadilan banding berada di pihaknya memerintahkan pencatat sipil mengubah penyebab kematian menjadi "luka tembak."

"Ini kemenangan kecil," kata Baylon pada konferensi pers, Senin (5/12/2022).

Putranya tewas beberapa bulan setelah mantan Presiden Rodrigo Duterte menggelar operasi 'perang pada narkoba'.

Pengacara Mario Maderazo dari Initiatives for Dialogue and Empowerment through Alternative Legal Services (IDEALS) mengatakan penting untuk membenarkan catatan ini jika tidak akan menjadi "penghalang hukum" untuk mencari keadilan bagi para korban.

Baylon mengatakan kematian putranya yang seharusnya berusia 15 tahun pada 5 Desember mengungkapkan "kekeliruan' perang brutal anti-narkoba Duterte. Menurut data resmi hingga Mei 2022 perang itu menewaskan 6.252 pengedar kecil.

Kelompok hak asasi manusia menuduh Duterte menghasut kekerasan mematikan. Dalam operasi itu polisi juga membunuh pengedar tak bersenjata dalam skala besar.

Polisi membantahnya, dan Duterte mengatakan polisi diperintahkan membunuh untuk membela diri.

IDEALS mengatakan kasus Lenin bagian dari kasus yang diajukan ke Mahkamah Internasional (ICC). Jaksa telah meminta ICC melanjutkan penyelidikan pembunuhan-pembunuhan selama perang terhadap narkoba. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement