REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyerukan rekonstruksi revolusioner dari sistem budaya negara pada Selasa (6/12/2022). Desakan ini muncul saat Iran menghadapi protes nasional berkepanjangan yang menekan pihak berwenang.
"Penting untuk merevolusi struktur budaya negara dewan tertinggi harus mengamati kelemahan budaya di berbagai bidang negara," kata Khamenei dalam pertemuannya dengan dewan budaya negara.
Sebelum muncul pernyataan tersebut, juru bicara kantor pusat Iran untuk Mempromosikan Kebajikan dan Mencegah Kejahatan yang mengawasi penerapan fatwa Ali Khanmohammadi mengatakan pada Senin (5/12/2022), era polisi moralitas telah berakhir. Namun nantinya akan ada metode lain untuk menegakkan aturan berpakaian.
"Keputusan sedang dibuat untuk menghadapi pelanggaran hijab oleh sekelompok kecil perempuan, para pejabat tidak bisa tetap acuh tak acuh terhadap pelanggaran ini," kata Khanmohammadi.
Iran telah diguncang kerusuhan sejak kematian perempuan Kurdistan Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral pada 16 September. Kematiannya telah memicu kerusuhan yang sering kali berbuah kekerasan di berbagai kota.
Dalam gerakan protes terbaru, toko-toko di Iran menutup pintu di beberapa kota pada Senin. Akun Twitter dengan 380 ribu pengikut yang berfokus pada protes 1500tasvir membagikan video toko-toko yang tutup di area komersial seperti Bazaar Teheran, dan kota-kota besar lainnya seperti Karaj, Isfahan, Mashhad, Tabriz, dan Shiraz.
Tindakan ini pun mendapatkan tanggapan Kepala Kehakiman Iran Gholamhossein Mohseni Ejei yang menyatakan, perusuh mengancam pemilik toko untuk menutup bisnis. Ejei menyatakan, pihak yang membuat bisnis terhenti akan segera ditangani oleh badan kehakiman dan keamanan. Dia menegaskan pengunjuk rasa yang dihukum mati akan segera dieksekusi. Demonstrasi telah menjadi salah satu tantangan terkuat bagi Teheran sejak revolusi 1979.