Kamis 08 Dec 2022 00:50 WIB

Defisit APBN 2023 Diprediksi akan Lebih Rendah, Ini Penjelasan Sri Mulyani 

Tingginya penerimaan negara berpengaruh pada defisit APBN

Rep: Novita Intan / Red: Nashih Nashrullah
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyatakan tingginya penerimaan negara berpengaruh pada defisit APBN
Foto: EPA-EFE/MADE NAGI
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, menyatakan tingginya penerimaan negara berpengaruh pada defisit APBN

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Pemerintah meyakini defisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) lebih rendah dibandingkan proyeksi awal. Hal ini dikarenakan penerimaan pajak telah melampaui target Rp 1.485 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan tingginya penerimaan negara akan berpengaruh terhadap defisit APBN, sehingga berpotensi mengecil. 

Baca Juga

“Nanti besarnya defisit APBN saya kasih tahu kalau sudah saya hitung terakhir ya, tapi ada pengaruhnya pasti. Jadi kalau penerimaan pajak lebih tinggi, defisitnya pasti lebih rendah,” ujarnya saat webinar, Rabu (7/12/2022). 

Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak sebesar Rp 1.600 triliun pada 2022. Adapun realisasi ini setara 106,4 persen atau melampaui target awal. 

Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, mengatakan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 98/2022, pemerintah menargetkan penerimaan pajak 2022 senilai Rp 1.485 triliun. 

“Hari ini sebesar Rp 1.580 triliun, sudah hampir Rp 1.600 triliun,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (6/12/2022). 

Suryo menyebut melayani wajib pajak secara baik merupakan kunci target penerimaan pajak tahun ini sangat berpotensi untuk tercapai.  

“Mengapa 2021 tercapai dan 2022 target akan tercapai dikasih kesempatan Tuhan karena kita bekerja dengan dan memperlakukan wajib pajak sebaik-baiknya,” ucapnya. 

Sejauh ini kinerja penerimaan pajak masih tumbuh positif dan sudah konsisten sejak April 2021. Hal ini sejalan dengan pemulihan ekonomi. 

Per Oktober 2022, penerimaan pajak sebesar Rp 1.448,2 triliun atau 97,5 persen dari target. Jika menghitung rata-rata capaian per bulannya, target akan terlampaui setidaknya per November 2022. 

Per kuartal III 2022, pemerintah menambah 3,8 juta wajib pajak baru. Adapun langkahnya dengan percepatan single identity number, berupa integrasi nomor induk kependudukan (NIK) sebagai nomor pokok wajib pajak (NPWP). 

Baca juga : Infografis: Saham-Saham Cuan Pekan Ini dari Perbankan Hingga Komoditas

Meskipun begitu, ternyata tidak seluruh wajib pajak baru itu membayar pajak. 

Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat sebanyak 385.624 wajib pajak baru yang membayar pajak senilai Rp 3,21 triliun. 

Dari jumlah tersebut, 35.934 wajib pajak baru berasal dari upaya ekstensifikasi pajak. Namun, hanya 4.184 wajib pajak baru yang melakukan pembayaran pajak senilai Rp 48,9 miliar. 

Menurutnya kinerja penerimaan pajak per kuartal III 2022 masih dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi yang ekspansif.

Kemudian juga adanya basis rendah pada 2021 sekaligus implementasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) seperti penyesuaian tarif PPN, PPN PMSE, serta Pajak Fintech dan Kripto. 

Baca juga : Kemenkeu: Penurunan Harga Komoditas Tantangan Pajak 2023

“Pekerjaan kita relatif konsisten, ekonomi bagus jadi kita bisa mengumpulkan duit dari ekonomi,” ucapnya. 

Pada tahun depan, pemerintah menetapkan target penerimaan pajak sebesar Rp 1.718 triliun. Adapun target itu tumbuh 15,6 persen dari outlook penerimaan pajak 2022. Pada 2023, pemerintah juga menargetkan penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.021,2 triliun.        

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement