Jumat 09 Dec 2022 05:30 WIB

Pengamat: Polri, BNPT, dan BIN Punya Peran Penting Awasi Eks Napi Terorisme

Jika seseorang punya 'nilai merah' seharusnya ada pengawasan intensif.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Anggota kepolisian berjalan di depan karangan bunga di Mapolsek Astana Anyar,  Jalan Astana Anyar, Kota Bandung, Kamis (8/12/2022). Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Astana Anyar ditutupi pagar seng pascaledakan bom bunuh diri yang terjadi pada Rabu (7/12/2022). Selain itu, seluruh pelayanan di Mapolsek Astana Anyar dialihkan sementara ke Polrestabes Bandung. Republika/Abdan Syakura
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Anggota kepolisian berjalan di depan karangan bunga di Mapolsek Astana Anyar, Jalan Astana Anyar, Kota Bandung, Kamis (8/12/2022). Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) Astana Anyar ditutupi pagar seng pascaledakan bom bunuh diri yang terjadi pada Rabu (7/12/2022). Selain itu, seluruh pelayanan di Mapolsek Astana Anyar dialihkan sementara ke Polrestabes Bandung. Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Terorisme Direktur The Community Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya mengatakan, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Negara (BIN) memiliki peran penting dan posisi paling depan untuk menjamin keamanan serta ketentraman masyarakat, khususnya dalam isu terorisme. Ia mengungkapkan, lembaga-lembaga ini memiliki data yang lengkap mengenai para narapidana maupun mantan narapida terorisme.

"Tentu mereka punya data lengkap, profil dari masing-masing orang napi terorisme dan mantan napi terorisme. Mereka punya standar, punya standar penilaian juga, mereka punya catatan nilai masing-masing orang," kata Harits saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (8/12/2022).

Baca Juga

Menurut dia, jika seseorang memiliki nilai merah atau masuk dalam kategori potensi bahaya (high risk) seharusnya Polri dan BNPT dapat melakukan pemantauan secara lebih intens. Sehingga aparat keamanan bisa mengantisipasi maupun menyiapkan pencegahan dini terjadinya serangan yang dilakukan mantan napi terorisme.

"Kalau memang, jadi orang-orang tertentu itu ada nilai, skornya, merah atau punya potensi membahayakan, tentu monitoringnya (harus) lebih intens, lebih ketat agar sewaktu waktu bisa melakukan (tindakan) preentif, langkah-langkah pencegahan dini," ujarnya.

Harits mengatakan, tidak ada salahnya jika sebagian masyarakat mengganggap serangan bom bunuh diri di Polsek Astananyar, Bandung pada Rabu (7/12/2022) merupakan kecolongan dari pihak keamanan. Khususnya dalam hal ini, BNPT dan Polri. Sebab, mereka sebenarnya memiliki data atau profil pelaku.

"Artinya (pelaku) punya potensi yang membahayakan, apalagi bisa merakit bom dan sebagainya, dia enggak ikut deradikalisasi selama di lapas. Jadi begitu keluar kan harusnya ini ada upaya yang intens untuk monitoring (pemantauan)," jelas dia.

Harits menambahkan, pemantauan itu bukanlah tugss rakyat maupun organisasi masyarakat (ormas). Namun, hal ini menjadi kewenangan lembaga negara.. "Jadi kita dorong bagaimana, lembaga-lembaga pemerintah yang terkait itu meningkatkan kapasitasnya lebih profesional, jangan ukuran berhasil itu kalau dana yang dianggarkan habis, tapi lebih pada soal hasil gimana dana itu digunakan," ungkap Harits.

"Dan kemudian betul-betul bisa menciptakan efektivitas keamanan dan bisa menekan semaksimal mungkin potensi-potensi yang mengancam keamanan masyarakat, khususnya dari ancaman terorisme," tambahnya menjelaskan.

Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui keterbatasan anggotanya ikut mempengaruhi pengawasan terhadap narapidana terorisme. Terutama mereka yang sudah dibebaskan.

"Kan tidak mungkin kita saja yang mengawasi, kita minta bantuan kepada Polri yang terakses dari Sabang sampai Merauke, sampai tingkat kelurahan, desa ada semuanya," tutur Kepala BNPT Suhardi Alius di sela-sela agenda pembahasan revisi UU terorisme di Jakarta, Selasa (6/12).

Karena itu, BNPT menandatangani nota kesepahaman dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk penanggulangan dan pencegahan terorisme di Indonesia. Nota kesepahaman ini diperlukan untuk membantu mengawasi narapidana yang telah bebas dari tahanan Lapas.

BNPT selama ini dibantu oleh Densus 88 untuk melakukan penegakan hukum terhadap aksi terorisme. Sementara untuk pengawasan, BNPT menilai perlu dilaksanakan kerja sama dengan lembaga lain, yakni Polri. Apalagi, mulai Januari depan, pihaknya akan menggunakan pusat deradikalisasi di daerah Sentul, Bogor. Di sana, mantan teroris mendapat rehabilitasi salah satunya dari sisi psikologis dan agamanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement