REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Restoran, pedagang grosir, petani, dan perusahaan makanan semakin beralih gunakan bantuan kimia dan fisika untuk mengatasi masalah limbah makanan. Beberapa sedang menguji penyemprotan kulit semprot atau pembungkus yang dapat memperlambat proses pematangan buah.
Sedangkan beberapa pihak memilih memanfaatkan teknologi dengan mengembangkan sensor digital yang dapat memberi tahu kapan daging aman dikonsumsi. Ada pula bantuan alat yang ditempelkan di bagian atas bungkusan menggunakan termodinamika agar kentang goreng tetap renyah.
Para ahli mengatakan, meningkatnya kesadaran akan limbah makanan dan biayanya yang luar biasa dalam ekonomi dan lingkungan telah meningkatkan upaya untuk menguranginya. Kelompok yang mempelajari limbah makanan ReFed menyatakan, perusahaan rintisan limbah makanan Amerika Serikat (AS) mengumpulkan 300 miliar dolar AS pada 2021, dua kali lipat dari jumlah yang dikumpulkan pada 2022.
"Hal ini tiba-tiba menjadi minat yang besar. Bahkan perusahaan yang sudah ada selama beberapa waktu sekarang berbicara tentang apa yang mereka lakukan melalui kondisi itu," kata Elizabeth Mitchum yang merupakan Direktur Pusat Teknologi Pascapanen di University of California, Davis, yang telah bekerja di lapangan selama tiga dekade.
Menurut ReFed, sekitar 35 persen dari 229 juta ton makanan yang tersedia di AS atau bernilai sekitar 418 miliar dolar AS tidak terjual atau tidak dimakan pada 2019 saja. Badan Perlindungan Lingkungan AS menyatakan, limbah makanan adalah kategori material terbesar yang ditempatkan di tempat pembuangan sampah kota. Badan ini mengatakan, makanan yang membusuk melepaskan metana atau gas rumah kaca yang bermasalah.
ReFed memperkirakan 226.796 kg makanan dapat dialihkan dari tempat pembuangan sampah setiap tahun dengan pengemasan berteknologi tinggi. Di antara produk yang sedang dikembangkan adalah sensor oleh Innoscentia yang berbasis di Stockholm. Alat tersebut dapat menentukan apakah daging aman tergantung pada penumpukan mikroba dalam kemasannya.
Sedangkan Ryp Labs yang berbasis di AS dan Belgia sedang mengerjakan stiker produksi yang akan mengeluarkan uap untuk memperlambat pematangan. Ada pula SavrPak didirikan pada 2020 oleh Bill Bergen, seorang insinyur kedirgantaraan yang bosan dengan makanan lembek di kotak bekalnya.
Bergen mengembangkan paket nabati yang dibuat dengan bahan aman makanan yang disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) yang dapat ditampung di dalam wadah makanan dan menyerap kondensasi. Cara ini membantu menjaga makanan di dalam lebih panas dan lebih renyah.
Rantai ayam panas yang berbasis di Nashville Tennessee, Hattie B’s merasa skeptis. Namun setelah menguji SavrPak menggunakan sensor kelembapan, SavrPak sekarang menggunakan kemasan saat menyajikan gorengan dan bekerja dengan SavrPak untuk mengintegrasikan kemasan tersebut ke dalam wadah makanan biasa.