Sabtu 10 Dec 2022 06:16 WIB

China Berjuang Atasi Lonjakan Kasus Covid-19 Usai Longgarkan Pembatasan

China mulai memperlonggar pembatasan Covid-19 untuk memulihkan ekonomi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Orang-orang yang memakai masker berjalan melalui pusat perbelanjaan terbuka yang dibuka kembali di Beijing, Minggu, 4 Desember 2022. China pada hari Minggu melaporkan dua kematian tambahan akibat COVID-19 karena beberapa kota bergerak dengan hati-hati untuk melonggarkan pembatasan anti-pandemi di tengah frustrasi publik yang semakin vokal atas langkah-langkah.
Foto: AP Photo/Andy Wong
Orang-orang yang memakai masker berjalan melalui pusat perbelanjaan terbuka yang dibuka kembali di Beijing, Minggu, 4 Desember 2022. China pada hari Minggu melaporkan dua kematian tambahan akibat COVID-19 karena beberapa kota bergerak dengan hati-hati untuk melonggarkan pembatasan anti-pandemi di tengah frustrasi publik yang semakin vokal atas langkah-langkah.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sejumlah kasus Covid-19 di sekolah dan bisnis dilaporkan di berbagai daerah di seluruh China pada Jumat (9/12/2022). Partai Komunis yang berkuasa sebelumnya melonggarkan aturan anti-virus saat mencoba mengatasi kemerosotan ekonomi yang semakin dalam. "Sangat sedikit orang yang masuk karena ada begitu banyak kasus. Negara baru saja dibuka. Satu atau dua bulan pertama pasti akan menjadi serius. Belum ada yang terbiasa dengan ini," kata Gang Xueping, seorang pelayan di sebuah restoran di Beijing.

Sementara data resmi menunjukkan penurunan kasus baru, laporan tidak lagi mencakup sebagian besar populasi setelah pemerintah mengakhiri pengujian wajib bagi banyak orang pada Rabu (7/12/2022). Pemerintah melaporkan 16.797 kasus baru, termasuk 13.160 tanpa gejala. Jumlah itu turun sekitar seperlima dari hari sebelumnya dan kurang dari setengah dari puncak harian minggu lalu di atas 40 ribu kasus.

Baca Juga

Keputusan terbaru itu adalah bagian dari perubahan dramatis yang bertujuan untuk secara bertahap keluar dari pembatasan "zero Covid". Namun, pengguna media sosial mengatakan, rekan kerja atau teman sekelas sakit dan beberapa bisnis tutup karena kekurangan staf. Tidak jelas informasi dari akun tersebut, banyak di antaranya tidak dapat dikonfirmasi secara independen, seberapa jauh di atas angka resmi jumlah total kasus.

"Saya benar-benar tidak bisa berkata-kata. Separuh dari orang-orang perusahaan sedang sakit, tetapi mereka tetap tidak mengizinkan kami semua tinggal di rumah," kata sebuah postingan yang ditandatangani Tunnel Mouth di platform Sina Weibo yang populer. Pengguna tersebut tidak memberikan nama dan tidak menanggapi pertanyaan yang dikirim melalui akun tersebut, yang mengatakan bahwa pengguna berada di Beijing.

Laporan tersebut kembali mencerminkan pengalaman Amerika Serikat, Eropa, dan negara lain yang berjuang melawan wabah saat mencoba memulihkan aktivitas bisnis. Namun hal itu adalah perubahan yang mengejutkan bagi China, dengan program "zero Covid" yang bertujuan untuk mengisolasi setiap kasus.

Pemerintah Xi mulai melonggarkan pembatasan pada 11 November setelah berjanji untuk mengurangi biaya dan gangguan. Impor anjlok 10,9 persen dari tahun lalu pada November sebagai tanda lemahnya permintaan. Penjualan mobil turun 26,5 persen pada Oktober. "Melonggarkan aturan Covid akan menyebabkan wabah yang lebih besar. Namun, Beijing tidak mungkin untuk kembali ke perpanjangan penguncian yang menghancurkan ekonomi awal tahun ini," kata Neil Thomas dan Laura Gloudeman dari Eurasia Group dalam sebuah laporan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement