Senin 12 Dec 2022 16:11 WIB

Alasan Mereka yang Memilih Ateis di Inggris, Isu LGBT Hingga Neraka

Jumlah umat Kristian di Inggris dan Wales tak lagi mayoritas.

Kristen tak Lagi Mayoritas di Inggris dan Wales
Foto: Badan Nasional Statistik Inggris
Kristen tak Lagi Mayoritas di Inggris dan Wales

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Data Badan Nasional Statistik Inggris yang dikeluarkan beberapa waktu lalu mencatat hasil mengejutkan terkait dengan kepercayaan seseorang terhadap agama. Data menyebut bahwa jumlah umat Kristian di Inggris dan Wales tidak lagi mayoritas.

Penganut Kristen turun 5,8 juta dari 33,3 juta jiwa (59,3 persen) pada 2011 menjadi 27,5 juta (46,2 persen). Sementara warga tak punya agama melonjak signifikan dari 14,1 juta (25,2 persen) menjadi 22,2 juta (37,2 persen).

Baca Juga

Lantas mengapa warga Inggris banyak yang memilih tidak beragama?

Pauline (54 tahun) yang telah pensiun dan tinggal di Bristol mengataan, ajaran Kristen menjadi tidak sesuai dengan nilai yang ia pahami dari waktu ke waktu.  "Saya mungkin setop menyebut diri saya sebagai seorang Kristian pada usia 30 tahunan," ujarnya seperti dilansir the Guardian belum lama ini.

Pauline mengaku dibesarkan di keluarga yang memiliki pemahaman ketat terhadap Katolik Roma. Dengan keluarga berlatar Irlandia, mereka pun hampir setiap Minggu pergi ke gereja. "Dan pada masa kecil saya, ritual ini sangat manis dan menghibur," tuturnya.

Namun ketika usianya beranjak tua, dia mulai meragukan keimanan. "Saya merasa, jika Tuhan membuat semua orang dalam gambarannya, lalu mengapa orang yang gay begitu bencu pada Gereja?" kata Pauline mempertanyakan.

"Rasanya seolah mereka mengatakan, 'Yesus mencintai semua orang, tetapi hanya jika mereka seperti kita.' Gereja menjajakan suatu bentuk kebencian dan ini tidak cocok dengan saya," katanya menambahkan.

Ia pun tak merasa nyaman dengan beragam kutukan semua yang berbau neraka. Apalagi dengan uang yang dimiliki gereja Katolik membuatnya benar-benar kecewa.

Pauline tak menampik, terkadang ada rasa kerinduan akan nilai Kekristenan, namun ia tetap meyakinkan diri tidak akan kembali menjadi seorang Kristiani. "Saya memutuskan jika saya meninggal nanti langsung dikremasi, tak perlu acara ibadah."

Sementara Stephen Hunsaker (28 tahun) merasa lebih baik dengan tidak menjalankan agama. Ia juga merasa teralienasi orang sejumlah penganut Kristian soal perlakuan mereka terhadap LGBT. "Agama sejatinya menjadi orang yang lebih baik, tapi semua itu seperti menahan saya."

Ia mengaku meninggalkan agama merupakan keputusan yang sulit. Karena hal tersebut akan mempengaruhi hubungannya dengan keluarga dan teman.  

 

Sementara James seorang manajer program dari Birmingham menceritakan alasannya. Menurutnya agama merupakan pendekatan lama untuk mengontrol massa dan memberikan nasihat kesehatan. Namun, meski ia mengaku sebagai seorang atheist, ia tetap memasukikan dua putri ke sekolah  Church of England. "Saya ingin memberikan kesempatan ke anak-anak saya untuk mencari tahu sendiri."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement