REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mempertemukan Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil, dengan pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) serta Kementerian ESDM. Hal itu bertujuan untuk menyelesaikan kisruh dana bagi hasil (DBH) pengeboran minyak di Meranti yang dinilai tidak adil. "Kami akan memfasilitasinya agar permasalahan mengenai DBH dapat terselesaikan dengan baik,” kata Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro dalam siaran persnya, Selasa (13/12/2022).
Suhajar mengungkapkan hal itu usai bertemu Adil di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (12/12/2022). Dalam kesempatan itu, Suhajar banyak memberikan nasihat kepada Adil agar menjaga etika berkomunikasi. Suhajar menyayangkan sikap dan pernyataan Adil yang tidak elok dilakukan oleh seorang pejabat publik. “Apa yang menjadi kegelisahan dan harapan Bupati Kepulauan Meranti sebenarnya bisa dikomunikasikan dan diselesaikan secara baik-baik, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat,” kata Suhajar.
Usai bertemu Suhajar, Adil langsung menghadap ke ruangan Mendagri Tito Karnavian. Di sana, Tito menegur keras Adil. "Sebagai kepala daerah apa pun masalahnya harus menggunakan bahasa yang beretika dan menunjukkan sikap kenegarawanan," kata Tito.
Sebelumnya, Adil memarahi Dirjen Perimbangan Keuangan Daerah Kemenkeu Luky Alfirman dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengelolaan Pendapatan dan Belanja Daerah di Kota Pekanbaru, Riau pada Kamis (8/12/2022). Adil menuding pegawai Kemenkeu seperti iblis dan setan. Kemarahannya memuncak karena wilayahnya diperlakukan tidak adil terkait kebijakan dana bagi hasil (DBH) minyak tidak adil.
Kabupaten Kepulauan Meranti termasuk penyuplai minyak, namun penerimaan DBH malah menurun. Padahal, menurut Adil, sejak terjadi perang antara Rusia melawan Ukraina, harga minyak dunia melonjak sampai di atas 100 dolar AS per barel dari sebelumnya dengan proyeksi 70 dolar AS per barel.
Adil meminta pemerintah pusat tidak mengambil lagi minyak bumi yang ada di wilayahnya. "Nggak papa, kami juga masih bisa makan. Daripada uang kami dihisap sama pusat. Kami daerah miskin, karena kalau kami daerah kaya sudah ambil Rp 10 triliun nggak papa. Kami daerah miskin, daerah ekstrem," katanya.
"Bapak mau tahu? Akibat pandemi Covid-19, warga Meranti tak bisa pergi ke Malaysia, Rp 41 ribu penganggurannya kalau Bapak tak mau ngurus kami nih, pusat tidak mau mengurus Meranti, kasihkan kami ke negeri sebelah, kan saya ngomong, apa Bapak tidak paham omongan saya? Atau apa perlu Meranti angkat senjata? Kan tak mungkin," kata Adil.
Baca juga : Mendagri Tegur Keras Bupati Meranti karena Marahi Anak Buah Sri Mulyani