REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pada Selasa (13/12/202), tiga anggota parlemen Amerika Serikat (AS) memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) bipartisan yang akan melarang aplikasi TikTok di Amerika Serikat (AS). Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk melindungi data Amerika dari kepemilikan asing, yang secara khusus menargetkan perusahaan induk TikTok di China, ByteDance.
Potensi pengaruh pemerintah China atas aplikasi TikTok telah menimbulkan kekhawatiran privasi di antara publik dan anggota parlemen. "Risiko TikTok memata-matai orang Amerika tinggi karena ByteDance diwjibkan oleh undang-undang China agar data aplikasi tersedia untuk Partai Komunis Cina (PKC)," menurut siaran pers dari Senator Marco Rubio seperti dikutip dari laman ZDNet, Rabu (14/12/2022).
Menurut RUU ini, tujuannya adalah untuk melindungi orang Amerika dari ancaman yang ditimbulkan oleh musuh asing tertentu menggunakan perusahaan media sosial. Perusahaan yang terkena dampak RUU tersebut adalah mereka yang berkantor pusat, dikendalikan oleh, atau dipengaruhi oleh negara atau entitas yang berkepentingan. Negara-negara yang digambarkan sebagai negara-negara yang menjad perhatian termasuk Republik Rakyat China, Iran, Korea Utara, Kuba, dan Venezuela.
Di bawah bagian perusahaan yang dianggap dari dokumen tersebut, RUU tersebut secara khusus menyebutkan ByteDance, TikTok, dan anak perusahaan mana pun dari perusahaan tersebut dan meminta mereka untuk diblokir dan dilarang dari semua transaksi di AS.
Sementara itu, TikTok belum memberikan komentar untuk menanggapi pertanyaan ZD Net. Namun, juru bicara TikTok memberikan tanggapan kepada CNBC.
"Ini meresahkan dibandingkan mendorong pemerintah untuk menyelesaikan peninjauan keamanan nasionalnya terhadap TikTok. Beberapa anggota kongres telah memutuskan untuk mendorong larangan bermotif politik yang tidak akan melakukan apapun untuk memajukan keamanan nasional Amerika Serikat," katanya.