REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pemerintah mengubah nama Badan Perkreditan Rakyat (BPR) menjadi Bank Perekonomian Rakyat di dalam undang-undang pengembangan dan penguatan sektor keuangan (UU PPSK). Pemerintah juga memperluas fungsi baru BPR di dalam UU tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan perubahan nama dan fungsi BPR untuk mendorong pertumbuhan bisnis UMKM sekaligus menopang perekonomian nasional.
“RUU P2SK juga menguatkan fungsi BPR dengan pengubahan nama menjadi Bank Perekonomian Rakyat dan memperluas bidang usahanya ke arah penukaran valuta asing dan transfer dana, sehingga lebih berkembang,” ujarnya saat Rapat Paripurna DPR RI Ke-13 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (15/12/2022).
Menurutnya peran BPR juga memungkinkan perannya bisa berekspansi masuk ke pasar modal serta peningkatan efisiensi dan profitabilitas.
“Pemerintah juga mencatat, peran BPR bisa semakin vital dengan menguatkan aspek permodalan, peningkatan efisien dan profitabiltas, serta memperkuat tata perusahaan yang baik atau GCG dengan membuka kemungkinan BPR masuk ke dalam pasar modal,” ucapnya.
Sementara itu Ketua Panja pembahasan RUU PPSK, Dolfie Othniel Frederic Palit, menambahkan penyusunan RUU PPSK dimulai sejak penyampaian ke Baleg sebagai usulan prioritas komisi XI pada 28 September 2021. Kemudian, sesuai hasil rapat Badan Musyawarah DPR pada 9 November 2022, RUU PPSK dibahas komisi XI DPR.
"Panja RUU PPSK membahas perumusan dan sinkronisasi dalam rapat kerja komisi XI bersama pemerintah pada 8 Desember 2022 disepakati oleh seluruh fraksi yaitu PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, demokrat, PAN, PPP, dan PKS yang menerima dengan cara menyetujui RUU PPSK untuk dibahas pada tahap pembicaraan tingkat 2, pada Rapat Paripurna DPR hingga ditetapkan sebagai UU," ucapnya.
Dolfie menegaskan, proses pembentukan RUU tidak dilakukan secepat kilat. Bahkan pembahasan sempat alot karena terdapat perbedaan pendapat.
"Kita sudah mulai membahas ini. Kalau lihat proses yang di akhirnya seolah-olah cepat. Karena prosesnya lama dengan DIM yang disampaikan pemerintah dapat disepakati hanya DIM tertentu yang perlu pembahasan lebih dalam, misalnya kelembagaan BI, OJK, LPS, karena ada perbedaan pandangan dari pemerintah juga KSP," tegasnya.