REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah mendesak dilakukan menyusul berbagai kelemahan di dalamnya. Hal ini disimpulkan ICJR setelah merampungkan studi terkait audit KUHAP.
Peneliti ICJR Anugerah Rizki Akbari menyebut korban bukan bagian penting dalam KUHAP. Selama ini menurutnya KUHAP digunakan aparat penegak hukum untuk kepentingan mencari bukti sekaligus menetapkan tersangka. Bahkan hak seseorang justru tak dipulihkan walau tuduhan terhadapnya tak terbukti.
"Kalau tidak divonis pemidanaan (tuduhan tidak terbukti), tidak ada pemulihan korban. Lalu korban diperkenankan ganti rugi kerugian bersamaan dengan tuntutan pidana tapi pemulihan terbatas dari yang timbul atas tindak pidana saja," kata Rizki, dalam seminar peluncuran hasil studi Audit KUHAP yang digelar ICJR pada Selasa (20/12/2022).
Selanjutnya, ICJR memandang posisi warga negara dengan Negara masih tak seimbang dalam KUHAP. Sebab negara memonopoli konteks pembuktian lewat aparat penegak hukum.