REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo menyatakan Kapolri telah menegaskan tidak ada pemaksaan penggunaan atribut Natal 2022.
"Yang jelas arahan Kapolri untuk menghargai apa yang menjadi toleransi dan keberagaman tidak boleh dipaksakan," kata Dedi dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (22/12/2022).
Hal itu disampaikan Dedi menanggapi pertanyaan terkait surat Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dalam rangka sinergitas mewujudkan keamanan dan ketertiban umum Hari Raya Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.
Namun, Dedi menyatakan belum menerima dan belum membaca surat MUI yang ditujukan kepada Kapolri tersebut.
"Belum saya terima dan belum baca, yang jelas amanat Kapolri seperti itu (tidak boleh ada paksaan dalam bertoleransi)," ucap Dedi.
Surat MUI ditujukan kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo tertulis tanggal 15 Desember 2022 di tandatangi oleh Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan MUI Amirsyah Tambunan dan Wakil Ketua Umum KH Marsudi Syuhud, Selasa (20/12/2022).
Dalam surat nomor B-3676/DP-MUI/XII/2022 yang ditandatangani Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud dan juga Sekjen MUI, Buya Amirsyah Tambunan disampaikan bahwa setiap warga negara memiliki hak beragama dan menjalankan agama sesuai keyakinannya adalah hak asasi yang dilindungi oleh konstitusi.
Untuk itu, Kapolri diharapkan dapat menjamin pelaksanaan ibadah umat beragama dengan khusyuk dan aman, pada saat yang sama agar tidak ada paksaan, baik secara terang-teranagn maupun terselubung, untuk mengikuti aktivitas keagamaan kepada orang yang berbeda keyakinan.
Selain itu, dalam surat tersebut juga disampaikan bahwa masyarakat, khususnya umat Islam berkewajiban untuk turut serta mewujudkan situasi yang harmonis, dengan tetap menjaga kerukunan antarumat beragama tanpa menodai ajaran agama, tidak mencampuradukkan antara akidah dan ibadah islam dengan keyakinan agama lain.
Selaras dengan hal tersebut, MUI juga meminta agar Kapolri memantau dan memastikan tidak munculnya potensi intoleransi antarumat beragama dengan adanya pemaksaan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim kepada pekerja Muslim, seperti di mal, pusat perbelanjaan, hotel, pabrik, dan aktivitas usaha lainnya.
Hal tersebut dilakukan guna mewujudkan toleransi dan penghargaan terhadap keyakinan keagamaan masyarakat.
Hukum terkait penggunaan atribut keagamaan non-Muslim sendiri telah tercatat pada fatwa MUI nomor 56 tahun 2016.
Dalam fatwa tersebut ditetapkan bahwa hukum menggunakan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram. Serta mengajak dan/atau memerintahkan penggunaan atribut keagamaan non-Muslim adalah haram.
Untuk itu, Kapolri diminta memerintahkan jajarannya untuk melakukan pembinaan kepada pimpinan perusahaan agar menjamin hak umat Islam dalam menjalankan agama sesuai keyakinannya, menghormati keyakinan keagamaannya, dan tidak memaksakan kehendak untuk menggunakan atribut keagamaan non-Muslim kepada karyawan Muslim.
Kapolri diminta untuk melakukan pengawasan dan/atau penindakan terhadap pelaku usaha yang melakukan pemaksaan penggunaan atribut agama lain karena menciderai prinsip-prinsip toleransi beragama.