Jumat 23 Dec 2022 00:55 WIB

Pakar Ingatkan Bahaya Intervensi Asing dalam Penentuan Cukai IHT

Pakar ingatkan kebijakan terkait tembakau harus kedepankan keadilan

Rep: Novita Intan/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petani memanen tembakau di Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.Pemerintah diminta membentengi diri agar tidak mudah diintervensi lembaga asing, termasuk dalam menyusun kebijakan pertembakauan nasional. Hal ini merespon kenaikan harga jual eceran dan tarif cukai industri hasil tembakau dalam hal ini per batang rokok pada 1 Januari 2023.
Foto: ANTARA/Syaiful Arif
Petani memanen tembakau di Desa Karangpakis, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.Pemerintah diminta membentengi diri agar tidak mudah diintervensi lembaga asing, termasuk dalam menyusun kebijakan pertembakauan nasional. Hal ini merespon kenaikan harga jual eceran dan tarif cukai industri hasil tembakau dalam hal ini per batang rokok pada 1 Januari 2023.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta membentengi diri agar tidak mudah diintervensi lembaga asing, termasuk dalam menyusun kebijakan pertembakauan nasional. Hal ini merespon kenaikan harga jual eceran dan tarif cukai industri hasil tembakau dalam hal ini per batang rokok pada 1 Januari 2023.

Guru Besar Ilmu Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai kebijakan yang sarat intervensi lembaga asing berpotensi mencederai kepentingan nasional dan kedaulatan negara. Menurutnya, lembaga asing belum berhasil menyasar pemerintah level nasional seperti kepala negara dan kementerian, sehingga mereka membuat strategi untuk mempengaruhi pemerintah tingkat daerah.

"Mode pendekatan yang memanfaatkan otonomi daerah harapannya tidak akan serumit mendekati kepala pemerintahan. Pasalnya, harmonisasi regulasi memang masih menjadi pekerjaan rumah koordinasi lintas kementerian lembaga maupun pemerintah pusat dan daerah," ujarnya kepada wartawan, Kamis (22/12/2022).

Hikmahanto menjelaskan, secara hukum, lembaga asing memang tidak dilarang untuk mengadakan program bahkan mempersuasi pihak manapun selama tidak melakukan intervensi kebijakan nasional. Maka itu, pemerintah, baik tingkat nasional maupun daerah, memiliki kewenangan penuh dalam  menerima atau menolak adanya ikut campur lembaga asing dalam setiap penyusunan kebijakan.

“Pemerintah daerah seharusnya memperhatikan kepentingan rakyatnya dalam menyusun kebijakan. Para wali kota ini kan juga kotanya banyak yang bertumpu pada industri hasil tembakau. Kalau misalnya nanti rakyatnya tidak ada lapangan pekerjaan, kan mereka juga yang harus bertanggung jawab menghadapi rakyatnya," jelasnya.

Hikmahanto menyampaikan, kebijakan-kebijakan soal tembakau seharusnya mengedepankan prinsip keseimbangan dan keadilan. Dalam hal ini, kepentingan konsumen dan para pihak yang berkaitan dengan mata rantai industri hasil tembakau harus diakomodasi.

Satu hal yang juga penting disorot adalah pentingnya harmonisasi antara satu peraturan dengan yang lain terkait kebijakan soal tembakau. Tumpang tindih, inkonsistensi, dan disharmonisasi peraturan hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Jadi intinya harus seimbang, harus memahami, jangan terlalu mendengar lembaga-lembaga asing yang ingin mematikan industri rokok dan bertujuannya mungkin bukan untuk kesehatan, tetapi tujuannya ada kepentingan lain," ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement