Oleh : KH Asrorun Niam Sholeh, Ketua MUI Bidang Fatwa
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- KH M Ichwan Sam, mantan Sekjen MUI dua periode dan mantan Sekjen PBNU zaman Gus Dur wafat pada Ahad 25 Des 2022, pukul 11.00 siang. Posisi saya sedang di Jombang Jawa Timur, untuk dua acara yaitu mendampingi anak wisuda Tahfidh dan mengantar anak tes masuk pesantren, di Tebuireng.
Begitu mendengar kabar wafatnya Mas Ichwan, begitu saya panggilan saya ke beliau, saya langsung terbayang sosok administrator yang menata dan memodernisasi organisasi besar NU dan MUI, sosok yang supel, bekerja dalam diam, dan mentor yang membimbing, mengayomi, dan mengader banyak orang.
Mas Ichwan sudah seperti orang tua sekaligus guru saya. Saya mengenal secara pribadi Mas Ichwan sejak 1996, saat saya masih mahasiswa. Saat itu beliau menjadi salah satu Wakil Sekretaris MUI, saat Ketua Umumnya masih diemban KH Hasan Basri. Sekretaris Umumnya HS Projokusumo. Saya waktu itu diminta membantu mengurusi Majalah MUI, Mimbar Ulama, sebagai reporter dan berlanjut sebagai penyunting.
Di samping itu juga diminta membantu berbagai kegiatan MUI, terlebih yang terkait dengan publikasi, kesekretariatan, dan penyusunan materi kegiatan. Mas Ichwan rajin membimbing, dengan memberikan arahan, mengajak diskusi, memberikan penugasan, hingga mengoreksi tugas yang sudah saya selesaikan.
Koreksinya detil, hingga redaksi dan tanda baca yang sangat kecil. Dari situ saya belajar konsep-konsep persuratan yang menjadi khas MUI, dan menyelami tata administrasi serta garis organisasi ke-MUI-an.
Masa kebersamaan di organisasi, baik di NU maupun di MUI, berlanjut hingga 2014, saat Mas Ichwan terkena stroke usai perjalanan dinas ke Rusia. Selama itu saya belajar dari Mas Ichwan soal organisasi, tertib administrasi, komunikasi sosial, persahabatan, menjaga harmoni dan keseimbangan dalam tata pergaulan organisasi, dan kedisiplinan.
Saat 1999, pascareformasi, MUI menyelenggarakan Kongres Umat Islam di Asrama Haji Pondok Gede. Saya diminta sebagai panitia, bidang publikasi dan dokumentasi. Enam tahun berikutnya, 2005, kembali diselenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia, Mas Ichwan memberi kepercayaan saya sebagai Tim Asistensi SC, bersama anak-anak aktifis muda, yang bertugas merumuskan dan menyiapkan materi KUII. Mas Ichwan aktif melakukan pembinaan dan kaderisasi pada anak-anak muda.
Saat periode berikutnya, zaman Sekretaris Umumnya Pak Nazri Adlani yang kemudian digantikan Pak Din Syamsudin, Mas Ichwan masih sebagai Wakil Sekretaris. Tetapi, dalam periode tersebut, Mas Ichwan secara de facto menjalankan tugas pengendali administrasi organisasi secara penuh. Hingga, periode 2005-2010, saat Kiai Sahal menjadi Ketua Umum MUI, beliau diberi amanah sebagai Sekretaris Umum, dan berlanjut pada periode berikutnya.
Ihwal kepiawaian Mas Ichwan dalam menata dan mengendalikan organisasi ini diakui Mas Din, begitu saya memanggil Prof Din Syamsudin, saat komunikasi via WA berkabar tentang wafatnya beliau.
Baca juga: Alquran Menggetarkan Hati Mualaf Monica Witt, Mantan Intelijen Amerika Serikat
Dalam testimoninya tentang Mas Ichwan yang dikirim ke saya, Mas Din menyatakan, "Kepulangan Almarhum KH Ichwan Sam ke rahmatullah merupakan kehilangan bagi umat Islam Indonesia. Almarhum yg pernah berkhidmat semasa hidupnya sebagai Sekjen PBNU dan Sekum MUI adalah seorang administrator/organisator yg tekun dan pekerja keras."
Pekerja keras dengan legacy luar biasa
Ya, beliau pekerja keras dan dedikasinya untuk NU dan MUI sungguh luar biasa. Di NU, Mas Ichwan menjadi salah satu aktor dalam modernisasi tata persuratan organisasi, dan terlibat dalam proses kembalinya NU ke khitah.
Di MUI, Mas Ichwan meninggalkan warisan pemapanan organisasi MUI sebagai pelayan umat dan mitra Pemerintah. Mas Ichwan juga yang menjadi aktor pendirian DSN MUI, lembaga otonom MUI yang khusus mengurusi fatwa ekonomi dan keuangan syariah.